Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China Kecam Pencurian Jempol Patung Prajurit Terakota di AS

Kompas.com - 19/02/2018, 13:43 WIB
Veronika Yasinta

Penulis


PHILADELPHIA, KOMPAS.com - Seorang pria diduga mencuri jempol patung prajurit terakota asal China yang merupakan bagian dari pameran di museum Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat.

Dilansir dari Straits Times, Senin (19/2/2018), Michael Rohana (24) sempat mengambil swafoto bersama patung tersebu sebelum melakukan pencurian.

Ibu jari patung ditemukan di rumah Rohana, 5 hari setelah melancarkan aksinya. Kini, jempol patung telah dikembalikan ke museum.

BBC melaporkan pihak berwenang di China menuntut hukuman berat bagi Rohana.

Patung berusia 2.000 tahun itu ditafsir memiliki nilai hingga 4,5 juta dollar AS atau Rp 61 miliar. Patung tersebut meruapakn salah satu dari 10 benda lainnya yang dipinjam Institut Franklin di Philadephia.

Baca juga : Sudah 1,3 Juta Pejabat Korup Ditangkap, China Mulai Kekurangan Penjara

Pekan lalu, Rohana menghadapi tuduhan pencurian dan penyembunyian karya seni. Namun, dia dibebaskan dengan jaminan.

Patung tentara terakota merupakan salah satu temuan arkeologi China yang paling penting, terdiri atas 8.099 patung yang dibangun pada 210 SM hingga 209 SM.

Keberadaan ribuan patung prajurit terakota ditemukan di provinsi Xian, China, pada 1974, oleh sekelompok petani.

Swafoto dan mencuri

Rohana menggunakan ponsel dan mengambil swafoto bersama dnegan patung pasukan terakota.

Kemudian, dia meletakkan tangannya di tangan kiri patung prajurit. Dia nampak mematahkan sesuatu, mengantonginya, dan pergi.

Baca juga : Lawan Polusi Udara, Militer China Kerahkan 60.000 Tentara Tanam Pohon

Staf museum menyadari hilangnya jempol patung pada 8 Januari 2017. Biro Investigasi Federal (FBI) melacak keberadaan Rohana. Dia mengaku telah menyimpan jempol tersebut di laci meja.

Pada Senin (19/2/2018), Wu Haiyun. direktur badan pusat promosi warisan budaya Shaanxi, organisasi pemerintah yang meminjamkan patung-patung itu, mengencam keras tindakan Institut Franklin yang dituduh telah ceroboh.

"Kami meminta AS menghukum pelaku dengan berat. Kami juga mengajukan protes serius kepada mereka (Institut Franklin)," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com