Saat eksekusi akan dilakukuan sang algojo dan asistennya berlutut di hadapan Mary untuk meminta maaf. Di masa itu bagi algojo hukuman mati kerap meminta maaf dari orang yang akan menjalani eksekusi.
"Dari lubuk hati terdalam, saya memaafkanmu. Sekarang, saya harap, kau akan mengakhiri semua masalah saya," ujar Mary.
Kemudian dua pembantu Mary, Jane Kennedy dan Elizabeth Curle serta kedua algojo membantu Mary melepaskan mantelnya.
Mary kemudian hanya mengenakan rok beludru berwarna merah marun, sebuah perlambang martir dalam tradisi Gereja Katolik.
Baca juga : Hari Ini dalam Sejarah: Putra Mahkota Nepal Bantai Seluruh Keluarganya
Kemudian Jane Kennedy menutup mata Mary dengan kain putih yang dihiasi rajutan benang emas.
Dia kemudian berlutut di atas bantal yang sudah disediakan dan menempatkan kepalanya di balok kayu lalu merentangkan kedua lengannya.
"In manus tuas, Domine, commendo spiritum teum (Ke dalam tanganmu, Tuhan, kuserahkan jiwaku)," kata Mary beberapa saat sebelum dipenggal.
Algojo membutuhkan dua kali tebasan kapak sebelum dia memegang kepala Mary sambil berkata: "Tuhan menyelamatkan Ratu!"
Disebut seekor anjing kecil milik Mary, bersembunyi di dalam rok sang ratu dan tak terlihat mereka yang menyaksikan eksekusi itu.
Setelah majikannya meninggal dunia, anjing itu tak mau dipisahkan dari jenazah Mary sebelum akhirnya diangkat dan dibersihkan.
Sebelum dieksekusi, Mary meminta agar jenazahnya dimakamkan di Perancis tetapi permintaan itu ditolak Ratu Elizabeth.
Baca juga : Tak Pakai Sabuk Pengaman, Ratu Elizabeth Dilaporkan ke Polisi
Jenazah Mary kemudian dibalsem dan dimasukkan ke dalam sebuah peti hingga dimakamkan pada akhir Juli 1587 dengan menggunakan tata cara Protestan di Katedral Peterborough.
Pada 1612, makamnya dibongkar saat puutranya Raja James VI menduduki tahta Inggris dan memerintahka tulang belulang ibunya dipindahkan ke Westminster Abbey tepat di seberang pusara Ratu Elizabeth I.