Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Perhimpunan Pelajar Indonesia
PPI

Perhimpunan Pelajar Indonesia (www.ppidunia.org)

Benarkah Iran Kini Miskin, Tidak Stabil, dan Penuh Konflik?

Kompas.com - 29/01/2018, 19:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

IRAN, negara ini tak asing lagi dengan segala pemberitaan media massa terkait masalah politik atau pun agama selama puluhan tahun terakhir ini.

Sering dikabarkan dengan kondisi negatif dan tidak kondusif atau dengan berbagai kabar yang cukup menggegerkan dan mencekam. 

Negara Persia kuno ini memiliki sejarah yang sangat panjang dan selalu berpengaruh terhadap sejarah dunia. Namun, seperti apakah negara Iran yang sesungguhnya?

Saya berbicara sebagai warga Indonesia yang cukup lama hidup di negara Persia semenjak kecil dan kini sedang menjalankan studi S-1 semester akhir di Universitas Teheran.

Sejak SD hingga SMA, dari dulu saya hidup di tengah-tengah masyarakat Iran dari berbagai kalangan, baik yang memiliki gaya hidup syar'i atau tradisional dan mereka yang mulai mengikuti gaya modern.

Dari yang beragama Islam sampai yang beda agama bahkan beda mazhab sekalipun. Dengan perbedaan ini, masyarakat Iran tetap hidup bersahabat dan tenang bersama.

Baca juga : Demo Anti-pemerintah Iran Masuk Hari Keenam, 21 Orang Tewas

Iran walaupun dikepung dari berbagai negara-negara yang penuh konflik, seperti Afghanistan, Pakistan, Irak, Yaman, dan Suriah, menjadi negara paling aman di Timur Tengah dan Afrika.

Bahkan Iran menjadi salah satu tempat tinggal dan penampung terbesar bagi para pengungsi dari negara tetangganya karena Iran memiliki semboyan "membela mustadh'afin dunia".

Perlu diketahui negara Iran memiliki kekuatan militer yang sangat kuat dan hal itu tidaklah mengherankan, serta memiliki senjata yang paling ditakuti di dunia.

Seperti yang kita ketahui, tenaga nuklir Iran yang luar biasa ini menjadi salah satu ketakutan bagi Amerika Serikat. Karena itulah Iran selalu dikekang dan diboikot oleh Amerika dan sekutunya, semenjak suksesnya Revolusi Islam Iran.

Selain itu, Iran sering dituduh dan dikecam dengan kata "negara teroris". Padahal di Iran hampir tidak ada penembakan ataupun ketidakamanan yang sering  diberitakan oleh media Barat, walaupun negaranya diboikot sampai sekarang.

Tetapi hal tersebut tidak mematahkan semangat masyarakat Iran. Sejauh ini Iran berdiri tegak dan berwibawa tanpa bantuan negara asing dari segi pendidikan, teknologi, ekonomi, bahkan olahraga.

Namun, kini keluarlah isu bahwa Iran sedang "kelaparan". Apakah benar perkataan tersebut? Lalu bagaimana dengan tuduhan bahwa masyarakat Iran berdemo dan membuat kerusuhan karena "tidak puas dengan pemerintah Mullah (Wilayatul Faqih)?"

Saya kira perlu kita ulas dua hal tersebut. Hal yang pertama, ekonomi Iran.

Di bawah ini, saya akan coba menggunakan ulasan dari Doktor Dina Sulaeman tentang "Seberapa Serius Krisis Ekonomi di Iran?" (berdasarkan fakta dari beberapa website akurat).

Polisi Iran berhadapan dengan mahasiswa Universitas Teheran (30/12/2017). Demo yang berawal dari memprotes kenaikan harga barang itu telah menewaskan dua warga sipil.STR/AFP Polisi Iran berhadapan dengan mahasiswa Universitas Teheran (30/12/2017). Demo yang berawal dari memprotes kenaikan harga barang itu telah menewaskan dua warga sipil.
Sejak terkena sanksi ekonomi tahun 2012 lalu, perekonomian Iran memang dilanda krisis yang cukup serius. Sanksi terberat yang dijatuhkan buat Iran adalah larangan untuk melakukan jual beli segala jenis produk migas (termasuk petrokimia). Akibatnya, nilai mata uang Iran terhadap mata uang asing terus mengalami pelemahan.

Pada 2012-2013 (akhir masa kepresidenan Ahmadinejad), 1 dollar AS senilai 2.800 toman, saat ini 3.800-4.000 toman (sekitar Rp 13.500 per dollar AS).

Inflasi juga cukup menggila. Harga komoditas merangkak dengan sangat cepat. Data menunjukkan bahwa sepanjang Maret 2012 hingga Februari 2013 (tahun anggaran Iran mengikuti sistem penanggalan yang dimulai pada 21 Maret), tingkat inflasi di Iran mencapai angka 30,5 persen. Tahun berikutnya, meningkat menjadi 34,7 persen.

Tahun 2014, terjadi penurunan angka inflasi hingga "hanya" 15,6 persen. Tahun 2015 turun lagi menjadi 11,9 persen. Pada 2016, turun lagi menjadi di bawah dua digit, yaitu 8,2 persen.

Tahun ini angkanya masih belum keluar (angka resmi tahunan baru akan dirilis akhir Maret nanti). Akan tetapi, sampai triwulan ketiga, angkanya masih stabil di kisaran 6-7 persen.

Sumber: data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.PCAP.CD?locations=IR 

Indikator lain yang sering disebut-sebut sebagai pemicu protes adalah tingkat pengangguran. Data menunjukkan bahwa angka pengangguran di Iran 1,76 juta dari 80,2 juta jumlah penduduk (berarti 2,2 persen dari jumlah penduduk).

Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, artinya memang pengangguran meningkat di Iran. Namun, supaya gampang membayangkan situasinya, tingkat pengangguran di Indonesia adalah 2,6 persen dari jumlah penduduk.

Baca juga : Presiden Iran: Rakyat Berhak Protes, Tapi Jangan Destruktif

Dari sisi upah buruh, yang paling rendah di Iran (diberlakukan nasional, tidak seperti UMR) sebagaimana yang diumumkan oleh Kementerian Koperasi, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Sosial, adalah 930.000 toman (sekitar Rp 3,25 juta).

Bagaimana dengan GNP? Data menunjukkan bahwa pendapatan per kapita Iran mengalami kenaikan, dari 5.219 dollar AS (tahun 2016) menjadi 5.383 dollar AS (tahun 2017). Sekadar info, pendapatan per kapita Indonesia adalah 3.604 dollar AS.

Bagaimana dengan utang luar negeri? Iran malah bisa disebut sebagai salah satu negara dengan jumlah utang luar negeri paling sedikit di dunia. Total angkanya "hanya" di kisaran 8,48 miliar dollar AS (sekitar Rp 114 triliun).

Bandingkan dengan utang Indonesia sebesar 343,13 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 4.636 triliun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com