Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Sudah Saatnya Kah Kita Berpaling ke India?

Kompas.com - 29/01/2018, 17:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Melihat ke depan, ASEAN bisa sangat diuntungkan melalui persahabatannya dengan raksasa Asia Selatan tersebut, yang menaungi 18 persen populasi dunia.

Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi India akan mencapai lebih dari 7 persen tahun ini, melampaui 6,8 persen pertumbuhan China. Forum Ekonomi Dunia (WEF) pun memprediksikan India akan menjadi ekonomi kedua terbesar di dunia pada 2050, setelah China.

Populasi gabungan ASEAN dan India mencangkup hampir sepertiga populasi dunia. PDB gabungan mereka juga mencapai 3,8 triliun dollar AS (sekitar Rp 50.666 triliun).

Lebih dari dua pertiga impor minyak sawit India, yang mencapai 10 miliar dollar AS (sekitar Rp 133,3 trilun), berasal dari Malaysia dan Indonesia.

Tahun lalu, mereka mengimpor 3 juta ton minyak sawit dari Malaysia dan lebih dari 2 juta ton dari Indonesia. Surplus perdagangan terbesar Indonesia pun terjadi dengan India, sekitar 10,6 miliar dollar AS (sekitar Rp 141,3 triliun).

Sedangkan sektor Proses Bisnis Outsourcing (BPO) Filipina yang menghasilkan 28 miliar dollar AS (sekitar Rp 373,3 triliun) sedang bersaing ketat dengan India, yang mencapai 30 miliar dollar AS (sekitar Rp 400 triliun).

Wisatawan dari India juga sama menguntungkannya dengan wisatawan dari China. Sebagai contoh, jumlah wisatawan India ke Indonesia naik 39 persen tahun lalu, tertinggi dibandingkan negara-negara lain.

Selagi banyak yang mempertanyakan komitmen demokrasi India (dan juga Modi), saya yakin kenyataannya akan tetap begitu.

Saat institusi publik independen dan kebebasan pers diserang, mereka sepatutnya dapat melihat kelebihan-kelebihan yang dinikmati kaum elit.

Demokrasi India yang beragam memberikan sebuah pilihan alternatif dibandingkan dengan politik partai tunggal China, yang sejatinya masyarakat homogen.

Tidak sepatutnya kita berpikir bahwa pengaruh jangka panjang China di wilayah tersebut selalu melebihi pengaruh dari India. Justru hal sebaliknya mungkin terjadi, di mana kita juga sepatutnya mengingat hal ini.

Selagi kita memperhatikan ketegangan politik di India, kita sebagai sebuah kawasan juga tidak bisa senantiasa berpaling dari China.

Tantangan ke depannya akan banyak. Namun imbalan untuk kita karena melibatkan diri dengan pihak asing yang tidak asing ini, juga akan banyak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com