Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Migran Afrika: Dipenjara Lebih Baik daripada Harus Kembali

Kompas.com - 12/01/2018, 18:46 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

HOLOT, KOMPAS.com - Israel menempatkan para pencari suaka asal Afrika di sebuah pusat penampungan di Holot, yang berada di gurun pasir Negev, di selatan Israel yang berbatasan dengan Mesir.

Di tempat itu mereka menunggu kepastian akan pengajuan suaka mereka sebelum bisa masuk ke Tel Aviv atau Eilat, di mana terdapat komunitas Afrika.

Namun belakangan, para migran semakin cemas, setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan batas waktu tiga bulan kepada 38.000 migran Afrika, terbanyak asal Sudan dan Eritrea, untuk secara sukarela keluar dari Israel.

Pemerintah Israel menawarkan tiket pesawat dan uang sebesar 2.900 Euro (sekitar Rp 46 juta) untuk migran yang bersedia dikirim kembali ke negara asal atau ke negara tujuan ketiga sebelum akhir Maret 2018.

Baca juga: PBB Desak Israel Batalkan Rencana Memaksa Keluar Migran Afrika

Jika hingga batas akhir masih berada di Israel, para migran akan berhadapan dengan ancaman penjara.

Walau dijanjikan uang jika bersedia dan diancam penjara jika menolak, ternyata banyak di antara migran yang tegas menjawab penjara lebih baik daripada harus kembali ke negara asal mereka.

Tomas Yohnass dan Filmon Belay adalah dua dari ribuan migran Afrika asal Eritrea yang saat ini ditampung di Holot.

Yohnass, yang masih usia pelajar saat melarikan diri dari wajib militer di negaranya, memilih dipenjara di Israel daripada dideportasi atau dikirim ke negara lain dengan uang saku.

"Banyak yang berkata penjara lebih baik daripada ke negara ketiga. Pemerintah Rwanda tidak melindungi pengungsi."

"Banyak dari mereka yang sudah setuju dikirim ke sana memilih kembali pergi," kata dia kepada The Guardian.

Meskipun negara memberi harapan tetap tinggal di Israel jika mendapat suaka, pada faktanya, hampir seluruh pengajuan suaka oleh migran Afrika ditolak.

"Saya melakukan wawancara dua pekan lalu dan mendapat surat jawaban yang sama dengan yang diterima semuanya," kata Belay.

"Surat yang saya terima menyatakan menghindari wajib militer bukan kasus khusus sehingga saya tidak bisa mendaftar sebagai pencari suaka atau pengungsi."

"Sekarang saya punya waktu 14 hari untuk memikirkan alasan lain jika saya ingin kembali mengajukan permohonan suaka," tambahnya.

Baca juga: Israel Cari 100 Relawan Sipil untuk Usir Para Pencari Suaka

Yohnass, mengaku heran dengan sikap pemerintah Israel dalam menangani para pengungs karena negara itu juga dibangun oleh para pengungsi.

"Israel adalah negara yang dibangun pengungsi. Mereka tahu apa yang dirasakan. Saya tidak mengerti kenapa mereka memperlakukan orang yang senasib dengan mereka seperti ini. Mungkin karena warna kulit saya," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com