Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertanyaan Seputar Kondisi Kejiwaan Donald Trump

Kompas.com - 08/01/2018, 10:12 WIB


WASHINGTON DC, KOMPAS.com — Pertanyaan mengenai kondisi kejiwaan Donald Trump beredar beberapa saat setelah dia dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat.

Pertanyaan tersebut kembali mengemuka seiring diluncurkannya buku berjudul Fire and Fury: Inside the Trump White House karya jurnalis Michael Wolff.

Baca juga: Trump Sebut Buku Tentangnya Penuh Kebohongan

Buku itu, yang keakuratannya disangsikan Gedung Putih dan dipertanyakan sejumlah pihak, menggambarkan Trump sebagai sosok tidak sabar, tidak bisa fokus, mengulang berbagai hal, dan mengoceh tanpa ujung pangkal.

Trump mengecam penggambaran yang dibuat Wolff dalam bukunya. Lewat Twitter, dia mengklaim dirinya sebagai "genius yang sangat stabil" serta memiliki "dua aset terbesar, yakni mental yang stabil dan sangat pintar".

Bantahan Trump dan gaya berbicaranya justru mendorong khalayak semakin menggunjingkan kondisi kejiwaannya. Ada yang menduga sang Presiden mengidap alzheimer hingga kepribadian narsistis.

Berikut pertanyaan seputar kondisi kejiwaan Trump yang ditulis BBC.

Apakah kondisi kejiwaan Trump sudah pernah dibahas?

Beberapa psikolog sebelumnya telah berspekulasi mengenai gejala-gejala kelainan jiwa yang mereka klaim ada pada perilaku Trump.

Ada sejumlah buku yang membahas topik tersebut setelah Trump dilantik, seperti The Dangerous Case of Donald Trump karya Bandy X Lee, Twilight of American Sanity karya Allen Frances, dan Fantasyland karya Kurt Andersen.

Bandy X Lee, profesor bidang psikiatri dari Universitas Yale, mengatakan kepada sekelompok senator yang sebagian besar dari Partai Demokrat bahwa gangguan jiwa Trump "akan terungkap dan kita sedang melihat gejala-gejalanya".

Baca juga: Trump Sebut Dirinya Genius dan Stabil secara Mental

Meski demikian, perlu diingat bahwa para penulis buku ini, termasuk Lee, belum pernah menangani Trump dan tidak pernah memeriksa kejiwaan Trump secara pribadi.

Kalaupun ada yang menangani Trump secara langsung, sosok itu akan terikat dengan standar etika dan undang-undang federal untuk tidak membeberkan kondisi pasien.

 

Inilah momen dimana Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, berjabat tangan dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dan para pemimpin negara lainnya di KTT Asean di Manila, Filipina. Momen ini dijadikan inspirasi untuk membuat episode terbaru The SimpsonsJim Watson/AFP Inilah momen dimana Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, berjabat tangan dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dan para pemimpin negara lainnya di KTT Asean di Manila, Filipina. Momen ini dijadikan inspirasi untuk membuat episode terbaru The Simpsons

Mengapa kondisi kejiwaan Trump penting?

Jika Trump mengalami gangguan jiwa, dia bisa dilengserkan dari jabatannya sebagai presiden.

Sebagaimana dikemukakan dalam amandemen ke-25 pada Konstitusi AS, jika presiden dinilai "tidak sanggup menjalankan tugas dan kewenangannya", wakil presiden akan mengambil alih.

Untuk melakukannya, kabinet Trump dan Wakil Presiden Mike Pence harus memulai pengambilalihan tersebut.

Namun, saat ini tidak ada tanda-tanda proses itu hendak dijalankan.

Apakah gangguan jiwa pernah dialami presiden AS sebelumnya?

Ya, beberapa presiden AS pernah mengalami gangguan jiwa, misalnya Abraham Lincoln yang mengidap depresi klinis.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Presiden AS Abraham Lincoln Ditembak

Contoh lain, Ronald Reagan yang menjabat presiden pada 1981 hingga 1989. Dia mengalami kebingungan sehingga terkadang tidak bisa menentukan secara pasti di mana dia berada. Lima tahun setelah pensiun, Reagan didiagnosis mengidap alzheimer.

Kendati begitu, amandemen ke-25 pada Konstitusi AS tidak pernah diterapkan untuk melengserkan presiden.

Adakah bukti-bukti bahwa Trump mengalami gangguan jiwa?

Tidak ada bukti-bukti konkret bahwa Trump mengalami gangguan jiwa. Kalaupun ada, orang berwenang yang memeriksanya tidak bisa mengungkapkan hal itu ke publik karena terikat etika kedokteran dan aturan hukum.

Namun, dari pengamatan berbagai pihak, Trump amat mungkin mengalami serangkaian gejala penyimpangan kepribadian narsistis (NPD).

Berdasarkan jurnal ilmiah Psychology Today, orang yang mengalami gangguan ini menunjukkan tiga hal:

-Bermegah diri, kurang bisa berempati kepada orang lain, dan merasa perlu dikagumi
-Merasa lebih superior atau berhak mendapat perlakuan istimewa
-Mencari perhatian secara berlebihan, susah dikritik, dan sulit mengakui kekalahan

Baca juga: Ternyata, Narsis Tanda Anda Tak Bahagia dengan Penampilan Sendiri

Allen Frances, pakar yang menyusun kriteria diagnosis NPD, mengaku tidak bisa serta-merta menilai Trump mengalami NPD karena tidak terlihat stres.

"Trump lebih menyebabkan stres ketimbang mengalaminya. Dia juga sangat mendapat sanjungan, bukan hukuman, atas sikapnya yang bermegah diri dan kurang berempati," tulis Frances.

Presiden AS, Donald Trump, berjalan menuju Air Force One yang akan membawanya ke Polandia dan Jerman, Rabu, 5 Juli 2017 di Pangkalan Angkatan Udara AS, Andrews, Maryland. AP Photo/Evan Vucci Presiden AS, Donald Trump, berjalan menuju Air Force One yang akan membawanya ke Polandia dan Jerman, Rabu, 5 Juli 2017 di Pangkalan Angkatan Udara AS, Andrews, Maryland.

Apakah kondisi kejiwaan presiden pantas digunjingkan?

Juru Bicara Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders mengecam pergunjingan soal kondisi kejiwaan Trump.

"Tindakan itu memalukan dan patut ditertawakan. Jika dia tidak sehat, dia tidak mungkin duduk di sini, tidak mungkin mengalahkan sekelompok kandidat Partai Republik paling kompeten selama ini," kata Sanders.

Sejumlah anggota parlemen dari Partai Republik menuding pergunjingan itu sebagai serangan partisan.

Duncan Hunter yang mewakili Negara Bagian California dan Mike Simpson yang mewakili Negara Bagian Idaho disebut "tertawa terbahak-bahak" pada Februari tahun lalu ketika diberi tahu laman berita The Hill tentang Partai Demokrat mempertanyakan soal kondisi kejiwaan Trump.

Baca juga: Trump Sebut Buku Tentangnya Penuh Kebohongan

Namun, ada pula figur Partai Republik yang sependapat bahwa Trump mengalami gangguan jiwa.

Jeb Bush saat masa kampanye pilpres 2016 lalu mengatakan, "orang itu perlu terapi" saat merujuk Trump. Kemudian, Senator Bob Corker menyebut Trump tidak menunjukkan "stabilitas" yang diperlukan dalam mengemban tugas kepresidenan.

Lepas dari motivasi pergunjingan, Allen Frances menyayangkan dampak pergunjingan terhadap mereka yang benar-benar mengalami gangguan jiwa.

Baca juga: Trump Berupaya Blokir Buku yang Ungkapkan Kekacauan di Gedung Putih

"Perilaku buruk jarang menjadi pertanda gangguan jiwa dan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa jarang berperilaku buruk," ujarnya.

"Hinaan stigmatis bagi orang-orang yang mengalami gangguan jiwa untuk disatukan dengan Trump," tambahnya.

Namun, pakar kejiwaan yang memberikan opini terhadap kondisi kejiwaan Trump beralasan mereka melakukannya untuk memperingatkan bangsa AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com