Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Isi "Sekolah Moralitas Perempuan" di China

Kompas.com - 12/12/2017, 14:17 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber BBC

BEIJING, KOMPAS.com - Pasca-viralnya video seorang guru "kelas moralitas" yang dianggap merendahkan perempuan, Pemerintah Kota Fushun, China, langsung menutup lembaga tersebut pada 4 Desember.

Dalam keterangan resminya, pemerintah Fushun menyatakan Institut Nilai Konfusius itu tidak mempunyai izin mengajar.

"Selain itu, nilai-nilai yang diajarkan bertentangan dengan moralitas sosial masa kini," demikian pernyataan pemerintah Fushun.

Namun, sebenarnya seperti apa metode pengajaran lembaga tersebut?

Seorang remaja 17 tahun, yang mengaku bernama Jing, kepada BBC Selasa (12/12/2017), menceritakan "dapur" Institut Konfusius tersebut.

Baca juga : Dianggap Merendahkan Perempuan, China Tutup Kelas Moralitas

Ketika dia pertama kali masuk empat tahun lalu, lembaga itu memberikan pesan kepada perempuan yang kurang lebih isinya seperti ini:

  • Perempuan yang berkarir biasanya tidak akan berakhir baik
  • Perempuan harus ikhlas berada di kasta terbawah, dan jangan pernah mencoba untuk menjadi pemimpin
  • Perempuan harus selalu patuh kepada ayah, suami, dan putranya
  • Jangan pernah melawan jika suami memukul Anda, dan jangan pernah berdebat saat suami menegur Anda
  • Jika ada perempuan yang berhubungan seks dengan tiga laki-laki, maka dia bakal terkena penyakit dan meninggal


Jing berkata, pada masa pelatihan, dirinya dipaksa membersihkan toilet hanya dengan tangan kosong.

"Sangat menjijikan," ujar Jing. Kemudian, setiap siswi harus mengakui kesalahannya kepada orangtua dan leluhur mereka.

Jing melanjutkan, setiap hari, mereka harus membaca doktrin kuno, dan melakukan pekerjaan rumah tangga dengan tangan kosong.

Namun, yang membuat Jing muak dengan sekolah tersebut adalah ketika institut memutar sebuah video wawancara dengan "perempuan yang dikutuk".

"Mereka mengklaim melakukan seks dengan lebih dari satu pria karena tubuh mereka telah membusuk," kenang Jing.

Perempuan yang dianggap "terkutuk" itu, lanjut Jing, telah sembuh berkat menekuni ajaran Konfusius.

"Saya tidak tahan ketika menempuh pendidikan selama sepekan. Jadi, saya berusaha kabur dengan memanjat pagar besi," tutur Jing.

Baca Juga: Astronot Perempuan China Mengajar dari Angkasa Luar

BBC melaporkan, bagi kalangan berpendidikan di kota besar seperti Beijing maupun Shanghai, eksistensi lembaga pendidikan ini tentu membuat terkejut.

Namun, kenyataannya, lembaga ini tumbuh subur di kota kecil China, terutama di area pedesaan.

Mei lalu, mahasiswa sebuah universitas di Kota Jiujiang menerima kuliah tentang keperawanan, dan diberi tahu bahwa cara berpakaian menunjukkan seberapa vulgar orang itu.

Sementara di Dongguan, beredar sebuah kuliah bahwa perempuan yang berkarir hanya akan menggerus rahim dan payudaranya.

Selama masa China Kuno, ajaran Konfusius mengenai "moralitas perempuan" menjadi hukum tertulis bagi perempuan.

Moralitas ini termasuk penghormatan kepada laki-laki, menjaga keperawanan, dan tidak memilki talenta termasuk bermoral.

Namun, ketika pemimpin pertama China, Mao Zedong, mendirikan Republik Rakyat China 1949, dia berkata bahwa "perempuan memegang setengah dari langit".

Pernyataan itu membuat kaum Hawa menjadi lebih percaya diri untuk menggapai status sosial yang lebih baik.

Baca Juga: Usia 24 Tahun, Wanita Ini Jadi Miliarder Termuda China

 

Salah satu penggalan video yang memperlihatkan seorang siswa Sekolah Moralitas Perempuan di ChinaPEAR VIDEO/BBC Salah satu penggalan video yang memperlihatkan seorang siswa Sekolah Moralitas Perempuan di China

Alat Pengeruk Uang
Menegakkan ideologi tradisional ternyata bukan menjadi motivasi utama pendirian Institut Nilai-nilai Konfusius di Fushun.

Ketika didirikan 2011, pemerintah Fushun menyetujuinya sebagai "organisasi kesejahteraan massal", dan tidak memberikan akreditasi untuk membuka sekolah.

Namun, dalam praktiknya, institut itu membuka sekolah dan kamp pelatihan di seluruh China.

BBC mewartakan, lembaga itu telah menerima sekitar 10.000 siswi sebelum ditutup.

Kepala institut, Kang Jinsheng menyatakan, sumber pendanaan tidak hanya berasal dari uang sekolah yang dibayarkan para siswi.

Baca Juga: Arkeolog Temukan Makam Kuno Politisi Perempuan China

Namun juga dari berasal dari jasa pembuatan pakaian tradisional China untuk keperluan event.

Lembaga seperti yang ada di Fushun itu menyasar keluarga yang memiliki anak bermasalah, dengan iming-iming bisa membuat pribadinya lebih baik di masyarakat.

Kebanyakan lembaga itu menjadi mesin pengeruk uang dengan menawarkan nilai-nilai tradisional China yang telah punah.

Kelompok Pendukung
Jadi, apakah ideologi seperti itu memiliki tempat di China?

Kebanyakan siswi berasal dari latar belakang pendidikan yang kurang, atau mempunyai masalah dalam pernikahan karena diperlakukan buruk oleh suaminya.

Mereka menemukan kenyamanan ketika bertemu dengan perempuan dengan masalah sama seperti yang dihadapi.

Dengan seringnya berkumpul, beberapa perempuan menjadi relawan di lembaga tersebut, dan membantu mengajarkan nilai-nilai "moralitas perempuan" kepada murid baru.

Menurut Xie Lihua, editor majalah Rural Women dan pemerhati isu perempuan China, adanya lembaga itu secara tidak langsung menjadi semacam "kelompok pendukung".

"Namun, tindakan ini tetap membutuhkan pertolongan yang fundamental dari pemerintah," kata Xie.

Xie melanjutkan, ideologi seperti ini tumbuh subur bagi perempuan pedesaan atau kota kecil yang mengalami masalah sosial.

Perlu dilakukan tindakan serius agar kesetaraan gender yang telah susah payah berkembang di China tidak kembali jatuh.

Baca Juga: Mungkinkah Mona Lisa adalah Seorang Perempuan China?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com