Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Kebangkitan Xi Jinping, Ketika Nostalgia Kekaisaran "Menyihir" Asia Tenggara

Kompas.com - 07/12/2017, 20:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

 

PARA pakar sering membandingkan Presiden Xi Jinping dengan seorang kaisar. Perbincangan semacam ini semakin berkembang setelah Xi mendapat banyak pujian dalam Kongres Nasional Partai Komunis China ke-19 di Beijing dan KTT APEC di Danang, Vietnam.

Banyak orang menganggap Xi sebagai salah satu pemimpin China paling kuat yang setara atau bahkan melebihi para pendahulunya, Deng Xiaoping dan Mao Zedong.

Dan juga, dibandingkan Donald Trump, pemimpin Amerika Serikat, yang semakin tersingkir dalam prospek "Pax Sinica", saat China akan menjadi kekuatan besar dunia nantinya.

Tak dapat dipungkiri lagi, semua orang terutama di Asia Tenggara telah mencampuradukkan kemiripan-kemiripan dengan sejarah China, seakan melihat ke masa lalu untuk mendapatkan petunjuk terhadap masa depan yang dipimpin Xi Jinping.

Xi memiliki kepribadian yang sangat luar biasa. Kemunculannya hingga menjadi terkenal, pasti lebih dari sekadar mencocokkan ambisi dengan beberapa pemimpin sejarah China yang paling terkemuka.

Mengingat bahwa China dulu adalah – dan dapat dikatakan masih- sebuah kekaisaran, kecenderungannya adalah membandingkannya dengan kaisar-kaisar sebelumnya.

Memang, banyak yang melihat bahwa "Kekaisaran China" telah dihidupkan kembali dan diperbaharui (dengan tinta merah) di bawah Xi sebagai bagian penting dalam pergeseran geopolitik ke Asia Pasifik.

Tentu saja terdapat banyak tokoh sejarah teladan yang disandingkan dengan Xi. Kekuasaannya yang besar, pengaruh China yang semakin luas dan kedudukan yang kuat di negaranya telah membuat beberapa orang membandingkannya dengan kaisar terbesar Dinasti Qing seperti Kangxi, Yongzheng dan Qianlong.

Xi saat ini juga dianggap memiliki kemiripan dengan Yongzheng, yang dikenal karena tindakan kerasnya terhadap aksi antikorupsi dan melakukan reformasi keuangan. Apa yang dilakukan Yongzheng juga sedang dilakukan oleh Xi saat ini.

Sebagian lainnya juga percaya bahwa Xi mirip dengan kaisar Yongle dari dinasti Ming, yang mendirikan kembali Beijing sebagai ibu kota kekaisaran, melakukan proyek konstruksi yang ekstensif dan yang lebih penting adalah memerintahkan pelaut terkemuka Dinasti Ming, Zheng He, untuk menjelajahi Asia Tenggara dan sekitarnya.

Melihat jauh ke belakang, satu hal dapat menunjukkan hubungan panjang antara Kerajaan Tengah dan Asia Tenggara dalam Dinasti Song dan bahkan Dinasti Tang, terutama masa yang menjadi saksi ketika I Ching melakukan perjalanannya yang terkenal ke Sriwijaya.

Kemiripan yang mungkin tidak ada habisnya. Memang, masyarakat China lebih sering bercerita tentang jadwal dan kecemasan orang-orang yang suka membanding-bandingkan daripada bercerita tentang apa yang mungkin China dan XI benar-benar lakukan di ke-21.

Namun, bagi Asia Tenggara, pertanyaan pentingnya adalah apakah para pemimpin dan para dinasti ini merupakan hal yang positif bagi wilayah kita?

Apakah kita mendapatkan keuntungan dari adanya hubungan perdagangan dan ekonomi yang lebih kuat?

Apakah hubungan Asia Tenggara dengan China dapat menguntungkan kita? Mari jangan lupakan, dahulu ada yang disebut sistem "upeti", saat kekaisaran selalu ada di atas dan negara-negara lain sebagai sekelompok "barbarian" yang suka memohon-mohon.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com