Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana Bantuan Inggris "Dibelokkan" ke Kelompok Ekstrem di Suriah

Kompas.com - 05/12/2017, 14:35 WIB


DAMASKUS, KOMPAS.com - Investigasi BBC mengungkap dana bantuan Inggris ke kawasan yang dikuasai pemberontak Suriah telah dibelokkan sehingga kelompok ekstrem juga menerimanya.

Dana bantuan Inggris seharusnya mengalir ke proyek Akses ke Keadilan dan Keamanan Komunitas (AJACS).

Inggris merupakan salah satu dari enam negara pendonor proyek tersebut yang berkomitmen menyediakan layanan kepolisian di sejumlah kawasan pemberontak di Suriah, seperti Provinsi Aleppo, Idlib, dan Daraa.

Untuk memastikan kelancaran proyek, pada April lalu, Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson menyatakan, Inggris bakal menggelontorkan tambahan 4 juta poundsterling atau setara dengan Rp 72 miliar.

Baca juga : Inggris Tangguhkan Program Bantuan ke Suriah yang Dituduh Biayai Teroris

Akan tetapi, proyek tersebut jauh dari yang diharapkan.

Investigasi BBC mengungkap sejumlah polisi dibayar dengan uang tunai, namun dipaksa menyerahkan uang tersebut ke kelompok ekstremis yang mengendalikan wilayah setempat.

Menanggapi hasil investigasi BBC tersebut, pemerintah Inggris telah membekukan dana bantuan ke proyek AJACS. Juru bicara pemerintah Inggris mengatakan pihaknya menanggapi dengan sangat serius dugaan atas adanya kelompok teroris yang mengambil manfaat dari dana bantuan.

Sementara itu, Adam Smith International (ASI), perusahaan Inggris yang menjalankan proyek tersebut sejak Oktober 2014, membantah hasil investigasi BBC.

Baca juga : Suriah Hancurkan 2 Rudal yang Diluncurkan Israel

"Kami telah mengelola uang pembayar pajak dengan efektif demi menghadapi terorisme, mendatangkan keamanan bagi komunitas Suriah, dan memitigasi risiko beroperasi di zona perang," ujar juru bicara Adam Smith International.

"ASI telah mengelola proyek ini dengan sukses bersama mitra kami di lingkungan menantang dan penuh risiko tinggi, di bawah pengawasan Kementerian Luar Negeri dan lima negara lain," sambungnya.

Sebuah kantor polisi di Koknaya yang seharusnya menampung 57 personel, namun ASI tidak menemukan satu personel pun saat berkunjung pada 2016.  (BBC) Sebuah kantor polisi di Koknaya yang seharusnya menampung 57 personel, namun ASI tidak menemukan satu personel pun saat berkunjung pada 2016. (BBC)

Sudah meninggal tapi masuk daftar gaji

BBC memperoleh berbagai dokumen ASI yang menunjukkan individu fiktif dan sudah meninggal dunia masuk dalam daftar gaji kepolisian.

Kemudian, sebuah kantor polisi di Koknaya, Provinsi Idlib, seharusnya menampung 57 personel polisi. Namun, dokumen memperlihatkan tiada seorang pun yang bertugas di sana, ketika staf ASI berkunjung pada September 2016.

ASI mengaku para personel polisi baru muncul ketika mereka berkunjung lagi ke Koknaya. Akibat kejadian itu, ASI menunda pembayaran gaji para personel di kantor polisi Koknaya.

Dokumen ASI juga menunjukkan sejumlah polisi di Provinsi Aleppo dipaksa menyerahkan uang tunai ke kelompok ekstremis Nour Al Din Al Zinki yang menguasai wilayah itu.

Baca juga : AS Tarik 400 Tentara Marinir dari Operasi Anti-ISIS di Suriah

Kelompok tersebut terkait dengan sejumlah insiden keji, termasuk pemenggalan kepala seorang tahanan pada 2016.

Laporan ASI pada Juli 2016 menyatakan sebanyak 20 persen dari gaji semua anggota polisi diserahkan untuk membayar dukungan militer dan keamanan yang diberikan kelompok Zinki ke lima kantor polisi yang berada di wilayah kekuasaannya.

ASI mengklaim pembayaran ke kelompok Zinki dihentikan pada Agustus 2016 lalu.

Sebuah jalan dekat Sarmin, tempat dua perempuan dirajam dengan dukungan personel FSP. (BBC) Sebuah jalan dekat Sarmin, tempat dua perempuan dirajam dengan dukungan personel FSP. (BBC)

Pengadilan afiliasi Al Qaeda

Investigasi BBC juga mengungkap kepolisian di wilayah pemberontak Suriah menyokong sejumlah pengadilan yang dikelola kelompok Zinki.

Polisi bahkan turut membantu dengan menulis surat perintah penahanan, menyampaikan surat pemberitahuan pengadilan, dan mengantarkan pelaku kejahatan ke pengadilan.

Selain mendukung pengadilan yang dikelola kelompok Zinki, kepolisian ikut menyokong pengadilan yang dikelola kelompok afiliasi Al Qaeda, Jabhat Al Nusra.

Baca juga : CIA: Iran Terlibat dengan Al Qaeda

Beberapa anggota polisi yang keuangannya didanai pemerintah Inggris itu hadir ketika dua perempuan dihukum rajam dekat Sarmin pada 2014. Kepada BBC, sejumlah sumber mengatakan polisi membantu menutup jalan sehingga eksekusi bisa berlangsung.

ASI mengklaim polisi-polisi yang menghadiri eksekusi rajam tidak berada langsung di bawah kendali kubu Kepolisian Suriah Merdeka (FSP) dan telah dipecat sejak insiden itu.

BBC menemukan kejanggalan lain setelah memperoleh bukti bahwa kelompok afiliasi Al Qaeda, Jabhat Al Nusra, memilih para personel kepolisian di dua kantor di Provinsi Idlib.

ASI mengaku para personel yang dipilih Al Nusra berhasil dideteksi dalam dua bulan dan pembayaran ke kantor polisi itu dihentikan.

Baca juga : Serangan Udara Rusia Menewaskan 12 Komandan Lapangan Al Qaeda

ASI menekankan pembayaran yang dimaksud mencapai 1.800 dolar AS atau Rp 24,3 juta, dan uang itu tidak berasal dari dana pemerintah Inggris. Meski demikian, ASI tidak menjelaskan bagaimana mereka bisa mengingat seluruh proyek itu didanai menggunakan uang tunai.

"Kami menanggapi tuduhan-tuduhan adanya kerja sama (FSP) dengan kelompok teroris dan pelanggaran hak asasi dengan sangat serius, dan Kementerian Luar Negeri telah membekukan program ini selagi kami menyelidiki tuduhan-tuduhan ini," kata juru bicara pemerintah Inggris.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com