Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Kisah Zulfarhan, Calon Perwira yang Tewas Disiksa Rekan-rekannya

Kompas.com - 21/11/2017, 21:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

PADA 1 Juni 2017 tepatnya pukul 11.30, Zulkarnain Idros, pengemudi taksi berusia 53 tahun, menerima panggilan telepon.

Panggilan tersebut dari petugas Universitas Pertahanan Nasional Malaysia (UPNM), tempat anak laki-lakinya yang paling tua, Zulfarhan Osman (21), menuntut ilmu untuk menggapai impiannya menjadi seorang Angkatan Laut.

 “Anak Anda telah meninggal,” ujar petugas di telepon kepada Zulkarnain.

Suasana seketika menjadi hening.

 “Apa yang terjadi?”

 “Anak Anda meninggal terbakar,” begitu jawab suara di ujung telepon. 

Ketika Hawa Osman, istri Zukarnain yang berusia 54 tahun mendengar berita tersebut, air matanya langsung membanjiri wajahnya. “Allah, anak saya…”

Awalnya, petugas universitas tersebut membacakan nomor identitas militer milik Zulfarhan melalui telepon. Karena merasa tidak terima dan tidak percaya adanya kabar buruk tersebut, sang ayah meminta nomor identitas kartu tanda penduduknya.

"Pikiran saya seperti tidak karuan" kata Zulkarnain yang memiliki wajah bulat. "Saya terus berpikir bahwa itu semua hanyalah sebuah kesalahan. Mungkin saja itu anak orang lain? Saya perlu melihat dengan mata kepala saya sendiri. "

Tengah malam itu juga, Zulkarnain, Hawa dan ketiga anak mereka yang masih kecil berangkat dari rumah mereka di Johor, Malaysia bagian selatan, untuk melakukan perjalanan sejauh 300 km ke Rumah Sakit Serdang di Kajang, Selangor.

Hawa, dengan ekspresinya yang emosional dan sedih mengingat bagaimana dirinya telah menduga ada sesuatu yang tidak beres sebelum telepon tersebut.

 “Anak saya selalu menelpon setiap malam, tetapi saya sudah tidak menerima panggilan teleponnya lebih dari sepekan. Saya pikir mungkin karena telepon selulernya hilang. Beberapa hari kemudian, saya sudah merasa ada sesuatu yang tidak beres,” tutur Hawa.

Akhirnya pada pukul 3 dini hari, keluarga Zukarnain tiba di rumah sakit Serdang. Petugas UPNM datang menemui mereka.

Sayangnya, mereka tidak langsung diizinkan untuk melihat jenazahnya hingga pukul 9 pagi, seolah membiarkan mereka melewati waktu yang sangat menyakitkan selama enam jam.

Menurut laporan berita, Zulfarhan diduga disiksa oleh sekelompok rekan-rekannya dari 21 hingga 22 Mei 2017 karena dituduh mencuri laptop.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com