Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Algooth Putranto

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI).

Kemerdekaan Catalonia, Trauma Indonesia?

Kompas.com - 01/11/2017, 13:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Sementara di Papua, SBY berhasil memaksa Australia untuk menyetujui kerangka kerja sama keamanan yang diteken di Lombok pada 13 November 2006. Perjanjian itu membuat Australia, termasuk Amerika Serikat, lirih mengurusi Papua.

Bagaimana dengan pemerintahan Joko Widodo? Praktis selain meneruskan keberhasilan pemerintah terdahulu, Joko Widodo alias Jokowi melakukan pendekatan berbeda, yaitu pembangunan di wilayah terluar yang tentu saja menjangkau wilayah-wilayah yang gemar menyuarakan pemisahan diri.

Pada dasarnya, kemunculan wacana disintegrasi yang disuarakan sekelompok masyarakat di sejumlah daerah umumnya memiliki benang merah yang sama, yaitu akibat ketidakpuasan terhadap perhatian pemerintah sehingga tertinggal dibandingkan daerah lainnya.

Menariknya, kasus Catalonia justru sebaliknya. Etnis Catalan yang relatif lebih makmur dibandingkan 16 wilayah otonomi lain dalam kondisi tidak merasa perlu untuk tetap menjadi Spanyol dan semakin percaya akan mampu berkembang sebagai negara berdaulat.

Data statistik keuangan Spanyol menunjukkan, wilayah otonomi Catalonia sejak 2006 selalu menjadi wilayah dengan ekonomi terkuat yang kontribusi sebesar 20 persen terhadap ekonomi Spanyol. Repotnya, sumbangan besar tersebut terganggu oleh kebijakan redistribusi pemerintah Madrid. Alhasil, kekecewaan pun menumpuk.

Hal serupa terjadi pada misi disintegrasi kaum Flemish di Belgia bagian utara yang berbahasa Belanda. Seperti halnya warga Catalan, orang-orang Flemish merasa jengah dengan kontribusi besar mereka pada wilayah Belgia bagian selatan atau Wallonia yang berbahasa Perancis dan Jerman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com