Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerugian Akibat Cuaca Ekstrem Capai Rp 1.751 Triliun

Kompas.com - 31/10/2017, 08:39 WIB
Veronika Yasinta

Penulis

Sumber AFP

PARIS, KOMPAS.com - Kerugian ekonomi akibat cuaca ekstrem sepanjang tahun lalu mencapai 129 miliar dolar Amerika Serikat, atau setara Rp1.751 triliun.

Laporan dari jurnal The Lancet memprediksi angka tersebut akan terus meningkat.

Perubahan iklim telah membuat berbagai bencana alam di seluruh dunia, seperti banjir, kekeringan, dan badai.

Dilansir dari AFP, Selasa (31/10/2017), bencana akibat perubahan iklim mengalami peningkatan sebesar 46 persen sejak 2010 hingga 2016, dengan 797 kejadian ekstrem pada tahun lalu.

Nilai kerugian itu dihitung dari kerusakan fisik akibat cuaca ekstrem.

Baca juga : Irlandia Terancam Badai Atlantik Terburuk dalam 60 Tahun

Angka tersebut belum memasukkan "nilai ekonomi" dari kematian, korban luka, dan penyakit.

Keuangan dari negara-negara miskin dinilai tak sepadan dengan kerusakan yang diperoleh dari bencana alam.

Peristiwa bencana alam di negara miskin juga lebih tinggi hingga tiga kali lipat sepanjang tahun lalu, dibandingkan 2010.

Sementara itu, negara maju telah mengasuransikan sekitar setengah dari kerugian ekonomi yang dialami.

Kenaikan suhu

Para peneliti menghitung kenaikan suhu telah menyebabkan penurunan produktivitas pekerja di luar ruangan sekitar 5,3 persen, sejak 17 tahun lalu.

Pada periode yang sama, jumlah orang rentan yang terpapar gelombang panas, sehingga berisiko terkena serangan struk, gagal jantung, dan dehidrasi, meningkat 125 juta orang.

Selain itu, peningkatan kadar merkuri mencapai 10 persen sejak 1950. Hal tersebut membuat persebaran nyamuk pembawa virus dengue yang mematikan semakin banyak.

Laporan itu juga menyebut perubahan iklim diperkirakan telah berdampak pada produksi pangan.

Baca juga : Toleransi 2 Derajat Kenaikan Suhu Bumi Sulit Terpenuhi

"Dengan kenaikan suhu 1 derajat celcius, ada penurunan produksi gandum global sekitar enam persen, dan penurunan 10 persen produksi padi," tulis laporan jurnal The Lancet.

Negara-negara di dunia telah sepakat untuk mengurangi efek pemanasan global dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

Namun, Presiden AS Donald Trump telah menarik negaranya keluar dari kesepakatan tersebut. Penarikan itu hanya bisa berlaku efektif sekitar empat tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com