Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelecehan Seksual Anak Secara "Online" di Asia Tenggara Meningkat

Kompas.com - 18/10/2017, 07:47 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber Reuters

BANGKOK, KOMPAS.com - Perkembangan internet yang begitu pesat tidak hanya memunculkan dampak positif. Namun juga negatif.

Salah satu dampak negatif adalah semakin maraknya pelecehan seksual pada anak-anak secara daring (online), khususnya di Asia Tenggara.

Reuters melaporkan sebuah studi terbaru bahwa pengguna internet di Asia Tenggara mengalami kenaikan 50 persen.

Namun, di Filipina, yang merupakan pusat pelecehan seks daring, angka pelecehan seks terhadap anak-anak menembus 58 persen.

Sementara di Thailand, di mana masalah pelecehan itu mulai menyeruak, jumlah penggunanya naik menjadi 67 persen.

"Jumlah itu bakal terus bertambah," kata Jon Rouse, Anggota Taskforce Argos.

Taskforce Argos adalah sebuah unit kepolisian Australia yang fokus menangani pelecehan seksual pada anak via internet, kepada Reuters.

Baca: Thailand Bersiap untuk Upacara Kremasi Mendiang Raja Bhumibol

Rouse mengatakan, masalah terbesar yang dihadapi adalah si anak melakukan tayangan streaming secara sadar. Baik karena dorongan teman atau pelaku seksual.

"Tayangan itulah yang kemudian dijadikan senjata si pelaku untuk memaksa korban," lanjut Rouse.

Rouse, yang berbicara dalam sebuah konferensi di Bangkok, Thailand, berujar dirinya sempat melakukan penyelidikan selama tujuh hari.

Hasilnya, lebih dari 3.600 alamat internet diketahui sering membagikan konten pornografi anak.

Agustus lalu, seperti dikutip dari Reuters, PBB melansir permintaan tayangan pornografi anak berasal dari kawasan Mekong, Vietnam.

Adapun untuk konten seks menggunakan kamera jaringan (webcam) masih dipegang oleh Filipina maupun Thailand.

Baca: Peniru Justin Bieber Dijerat 930 Dakwaan Kasus Pelecehan Anak-anak

Kemiskinan menjadi alasan utama mengapa sebuah keluarga memaksa anaknya untuk melakukan seks, atau tampil porno, secara online kepada para pedofil di seluruh dunia.

Fakta suram tersebut merupakan hasil studi yang dilakukan PBB pada 2016.

"Jika kita mendiamkannya, aku rasa kita tidak jujur pada diri kita sendiri," pungkas Rouse.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Reuters
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com