Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

25 Juta Pasien Meninggal Per Tahun akibat Kekurangan Morfin

Kompas.com - 13/10/2017, 12:48 WIB

MIAMI, KOMPAS.com - Kekhawatiran akan penyalahgunaan dan kecanduan secara ilegal membuat morfin tidak bisa terjangkau oleh jutaan pasien di dunia yang membutuhkannya untuk meredakan rasa sakit mereka.

Lebih dari 25 juta pasien – termasuk 2,5 juta anak-anak – di seluruh dunia meninggal dalam penderitaan karena kekurang morfin atau perawatan paliatif lainnya.

Kesimpulan itu disampaikan The Guardian, Kamis (12/10/2017), mengutip hasil dari sebuah investigasi besar sebuah komisi yang dibentuk jurnal medis, Lancet.

Orang-orang miskin di banyak negara di dunia tidak dapat meredakan rasa sakit mereka karena kebutuhan mereka diabaikan.

Baca: Positif Morfin, Dua Pilot Susi Air Dilarang Terbangkan Pesawat

Juga karena pihak berwenang sangat khawatir tentang penggunaan opioid adiktif yang tidak wajar sehingga mereka tidak mengizinkan penggunaannya.

"Menatap pada jurang akses ini, orang melihat kedalaman penderitaan ekstrem dalam wajah kemiskinan dan ketidakadilan yang kejam," kata laporan khusus komisi tersebut.

Di Haiti, misalnya, tidak ada rumah jompo atau rumah perawatan untuk orang yang sekarat dan paling banyak harus menderita tanpa pereda rasa sakit itu.

"Pasien yang sakit karena trauma atau penyakit berbahaya diobati dengan obat-obatan seperti ibuprofen dan asetaminofen," kata Antonia P Eyssallenne dari University of Miami School of Medicine dalam testimoninya.

Perawat juga merasa tak nyaman memberikan narkotika dosis tinggi, sekalipun diperintahkan melakukannya, karena takut "bertanggung jawab" atas kematian pasien, bahkan jika pasiennya sekarat.

Baca: 13 Pejabat DKI Terindikasi Gunakan Morfin

Morfin sulit diperoleh di beberapa negara dan hampir tidak dapat diperoleh pada pihak lain. Meksiko memenuhi 36 persen kebutuhannya, China mencapai 16 persen, India 4 persen, dan Nigeria 0,2 persen.

Di beberapa negara termiskin di dunia, seperti Haiti, Afganistan dan banyak negara di Afrika, morfin oral untuk perawatan paliatif hampir tidak ada.

Morfin oral dan injeksi tidak dipatenkan, namun biayanya sangat bervariasi dan harganya lebih murah di negara-negara makmur seperti di AS daripada di negara-negara miskin.

Isu kedua adalah "oviophobia" – kekhawatiran bahwa membiarkan obat yang digunakan di rumah sakit akan menyebabkan kecanduan dan kejahatan di masyarakat.

"Dunia menderita krisis rasa sakit memedihkan. Tak ada akses sedikit pun terhadap morfin bagi puluhan juta orang di negara miskin yang hidup dan mati dalam penderitaan yang mengerikan meski dapat dicegah," kata Profesor Felicia Knaul, Ketua Komisi dari University of Miami.

Baca: BNN Masih Rahasiakan Pejabat DKI yang Terindikasi Gunakan Morfin

Dia menyebut masalah tersebut sebagai "salah satu ketidakadilan dunia yang paling mencolok".

Komisi tersebut merekomendasikan agar semua negara memasukkan paket perawatan paliatif yang efektif untuk kondisi akhir kehidupan yang menyebabkan penderitaan, termasuk HIV, kanker, penyakit jantung, luka-luka, dan demensia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com