Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Singapura Sukses Jualan Bolu Batik Khas Indonesia, Adakah Pelanggaran Hak Cipta?

Kompas.com - 08/10/2017, 22:43 WIB

SINGAPURA, KOMPAS.com - Pernahkah terbayang untuk 'mencicipi' rasa batik? Nura Alkhatib, pemilik toko roti online Batikrolls di Singapura, berhasil memviralkan bolu gulung batik secara online dengan mengandalkan motif-motif Pesisiran khas Indonesia — dari megamendung sampai parang rusak.

Kepada BBC Indonesia, Nura menguraikan bahwa batik yang dibuatnya 'melewati proses yang sangat berbeda'. Motif tidak dituangkan pada selembar kain, melainkan ke atas loyang. Dia pun tidak membatik dengan lilin malam, melainkan dengan krim kue.

Memakai motif Indonesia, perlukah pengusaha Singapura ini membayar royalti? Nura dari Batikrolls berpendapat, ''Sama seperti sushi Jepang dan croissant Prancis, batik adalah seni yang melekat dengan Indonesia dan sudah seharusnya dibagikan dengan dunia.''

''Sudah sejak lama keluarga saya akrab dengan beraneka kue dari Indonesia. Ibu saya dibesarkan di Jawa dan saat pindah ke Singapura dia tetap rajin membuat kue dan membagikannya ke keluarga,'' lanjutnya.

''Buat saya, ini peluang buat berbagi keindahan seni batik dari Indonesia,'' katanya.

Baca juga: 
Roti Gulung Bermotif Batik Ada di Pekalongan
Menguak Rahasia Tersembunyi di Bawah Tanah Singapura...

Tapi, Konsultan Pemberdayaan Masyarakat, Goris Mustaqim, mengingatkan unsur kontraprestasi dalam hal ini.

''Kalau dipakai bisnis, lain dengan pendidikan atau mungkin acara apresiasi, seharusnya ada kontraprestasi untuk yang punya motif. Karena itu terkait dengan intellectual property (hak akan kekayaan intelektual),'' kata Goris.

Lagi-lagi Goris meluruskan, batik berbeda dengan sushi maupun croissant. ''Pertama, batik sudah diakui sebagai warisan budaya Indonesia oleh UNESCO. Kedua, batik sudah dipatenkan cara pembuatannya. Jadi kalau mengambil dari motif yang sudah ada di kita untuk sesuatu yang bernilai bisnis, dan motif tersebut sudah didaftarkan ke World Intellectual Property Organization (WIPO), maka seharusnya ada kontraprestasi,'' kata Goris.

''Jadi menurut saya tidak ada excuse (alasan) untuk UKM apapun. Memang peraturan WIPO seperti itu,'' Goris menekankan.

Saat ini, kata Goris, Indonesia lemah dalam upaya mendaftarkan dan mendigitalisasi unsur budaya. Ini yang sekarang menjadi 'pekerjaan rumah'. Hal serupa menurutnya pernah terjadi dalam kasus Adidas yang memakai motif batik Indonesia.

Itu sebabnya mengapa sekelompok anak muda yang menjadi duta budaya sedang berupaya mendigitasi berbagai kebudayaan Indonesia yang terdiri dari 15 sektor, antara lain arsitektur, kain, tenun, batik, dan kuliner.

Misinya satu, yaitu mendaftarkan kekayaan budaya tadi ke WIPO menggunakan metode kolektif yang diwakili pemerintah Indonesia.

Mengapa terobosan itu lahir di negeri jiran, bukan dari Indonesia yang notabene pemilik batik?

Genap delapan tahun batik diakui UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia. Dan, bisnis bolu gulung batik yang empuk juga sudah bersemi di pasar dalam negeri. Tapi, apa yang membedakan dengan bisnis serupa di Singapura?

Bolu batik Singapurabatikrolls.com Bolu batik Singapura
Menurut Goris, harus diakui kelemahan UKM dalam negeri terletak pada modal dan nilai produk yang berkaitan dengan model bisnis serta pasar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com