Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembatasan Praktik Poligami Picu Polemik di Uzbekistan

Kompas.com - 18/07/2017, 19:24 WIB

TASHKENT, KOMPAS.com - Pembatasan praktik poligami telah menimbulkan polemik dalam beberapa waktu terakhir di Uzbekistan, salah satu bekas republik Uni Soviet.

Polemik terbaru dipicu komentar pejabat Kementerian Kehakiman Uzbekistan, Dilbahor Yoqubova, yang mengklaim upacara-upacara pernikahan para pria yang sudah beristri dilakukan "pemuka agama Islam yang tak paham agama".

Klaim tersebut disampaikan Dilbahor dalam sebuah acara bincang-bincang populer di sebuah stasiun televisi.

Di dalam acara yang sama Profesor Dilfuza Rahmatullayeva mengatakan, peningkatan praktik poligami di Uzbekistan tak lepas dari makin diakuinya 'kebebasan beragama'.

Pembahasan tentang poligami ini memicu perdebatan panas terutama di media sosial.

"Di banyak wilayah pinggiran di ibu kota Tashkent, 'pemuka Islam yang tak paham agama' mendorong anak-anak muda untuk mengambil istri kedua. Karena pernikahanan ini tidak didaftarkan, anak-anak muda tersebut dengan gampang menceraikan istri mereka dan kawin lagi," kata salah seorang netizen di halaman Facebook BBC Uzbek.

Baca: Parlemen Kenya Sahkan Undang-undang Poligami

Ia mengklaim bahwa di negaranya, yang memiliki populasi 32 juta jiwa,  terdapat ratusan ribu pernikahan yang tidak didaftarkan di pencatatan sipil.

Pengguna lain mengatakan untuk urusan pernikahan, mestinya otoritas tunggal dipegang oleh ulama atau imam.

Ada pula yang berkomentar bahwa hukum Islam memperbolehkan poligami asal syarat-syaratnya dipenuhi.

Poligami bukan topik yang asing bagi warga Uzbekistan. Pada pertengahan Juni, Presiden Shavkat Mirziyoyev mengatakan praktik ini telah menyebabkan "hal-hal yang tidak diinginkan" dan media milik pemerintah beramai-ramai menentang praktik tersebut.

Hukum positif di Uzbekistan tak mengizinkan praktik poligami, tetapi secara tradisional poligami dipraktikkan dengan alasan dibenarkan agama.

Pihak-pihak yang menentang poligami, termasuk di antaranya para pegiat hak-hak kaum perempuan, beralasan praktik tersebut sudah ketinggalan zaman.

Para pegiat ini juga menyatakan, orang sering menggunakan landasan agama sebagai dalih untuk menikah lagi.

Saat ini tengah disusun rancangan undang-undang yang bisa meminta pertanggungjawaban imam atau pemuka agama yang memimpin pernikahan poligami.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com