Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Turki Perpanjang 'Keadaan Darurat' Selama Tiga Bulan

Kompas.com - 18/07/2017, 10:00 WIB

ANKARA, KOMPAS.com – Pemerintah Turki, di tengah euforia perayaan peringatan setahun kudeta gagal, Senin (17/7/2017), memperpanjang status masa darurat selama tiga bulan.

Langkah itu diambil tepat setahun setelah kudeta militer yang gagal pada 15-16 Juli 2016 di wilayah Istanbul, Ankara, Marmaris, dan Malatya.

Pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan, demikian dilaporkan Reuters, meminta perpanjangan masa darurat ke parlemen  untuk ke empat kali dan proposal tersebut disetujui oleh majelis.

Partai AK yang dipimpin Erdogan memiliki suara mayoritas di parlemen. Sehingga proposal perpanjangan masa darurat selama tiga bulan ke depan, dengan mudah diterima di majelis.

 Baca: Terkait Upaya Kudeta, Kerry Minta Turki Buktikan Keterlibatan Gulen

Akhir pekan lalu, Sabtu dan Minggu, berbagai acara diselenggaraan untuk mengenang dan sekaligus merayakan kemenangan para loyalis Erdogan dalam menggagalkan upaya kudeta yang menewaskan sekitar 250 orang, sebagian besar warga sipil yang tak bersenjata.

Sejak keadaan darurat diberlakukan pada 20 Juli 2016, lebih 50.000 orang telah ditangkap dan 150.000 orang dipecat dalam operasi pembersihan besar-besaran atas titah Erdogan.

Para oposan Erdogan menyatakan, operasi itu telah mendorong Turki ke arah pemerintahan otoriter. Erdogan,  yang telah 15 tahun berkuasa, dicap telah menjadi pemimpin tangan besi.

Pemerintah Erdogan mengaskan, tindakan tegas terhadap kelompok yang berupaya melakukan kudeta diperlukan agar mereka dapat diberantas hingga ke akar-akarnya.

Ankara menuding Fethullah Gulen, ulama terkemuka Turki yang kini menetap di AS, sebagai dalang besar usaha kudeta itu. Gulen telah membantah semua bentuk tuduhan kepadanya.

Pasca-kudeta Turki, 103 Jenderal Ditahan dan 8.000 Polisi Dipecat

Wakil Perdana Menteri Turki, Nurettin Canikli, yang berbicara di depan parlemen negara itu menyebutkan, keadaan darurat telah membantu menciptakan lingkungan hukum yang perlu untuk membersihkan kelompok Gulen.

"Semua yang berada di tingkat tinggi negara telah dipecat, tetapi masih ada orang-orang yang bersembunyi," kata Canikli, seperti dilaporkan Reuters.

Negara-negara Barat menyuarakan berbagai kecaman atas operasi pembersihan politik itu. Sebanyak 7.000 polisi, pegawai negeri, dan akademisi lagi dipecat pekan lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com