Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkait Kerusuhan 2004, Suku Aborigin Minta Kompensasi Rp 395 Miliar

Kompas.com - 04/05/2017, 09:40 WIB

CANBERRA, KOMPAS.com - Beberapa ratus warga suku Aborigin di Pulau Palm yang terpencil mengajukan class action dan menuntut kompensasi sebesar hampir Rp 395 miliar.

Pengadilan federal Australia telah menerima kasus penduduk Pulau Palm, sebuah pulau tropis di pesisir timur laut Australia.

Pengadilan mengatakan, mereka diperbolehkan mengajukan permintaan ganti rugi terkait tindakan rasialisme kepolisian negara bagian Queensland dalam kerusuhan 2004.

Maklumat pengadilan itu mengatakan, warga Aborigin yang tinggal di Pulau Palm antara 19 November 2004 hingga 25 Maret 2010 yang terdampak tindakan polisi bisa mendapatkan kompensasi.

Pulau itu dihuni sekitar 3.000 orang dan 95 persennya adalah warga suku Aborigin.

Baca: Orang Papua dan Aborigin "Bersaudara", Terpisah 37.000 Tahun Lalu

Stewart Levitt, kuasa hukum komunitas Aborigin itu mengatakan, dia yakin langkah hukum yang mewakili satu komunitas belum pernah terjadi di Australia bahkan di dunia.

Levitt menambahkan, dia berharap setidaknya 400 orang bisa mendapatkan kompensasi dan sejauh ini sudah 320 orang mendaftarkan diri untuk ikut bergabung dalam class action ini.

Maklumat class action dirilis pengadilan pekan lalu menyusul sebuah keputusan pengadilan pada Desember tahun lalu yang menetapkan polisi tak kebal hukum terkait penanganan kerusuhan di pulau itu.

Kerusuhan pada 2004 itu terjadi setelah seorang pria Aborigin, Cameron Doomadgee (36) tewas dalam tahanan polisi setelah ditahan karena mabuk.

Saat itu polisi mengklaim Cameron tewas karena kecelakaan, tetapi hasil otopsi menunjukkan dia menderita luka dalam yang parah, termasuk dua tulang rusuk yang patah dan hati yang hampir pecah.

Baca: Pergumulan Suku Aborigin Tinggalkan Rokok dan Alkohol

Untuk memadamkan kerusuhan, pemerintah mengirimkan polisi antihuru-hara yang bersenjata ke pulau itu dan menerapkan undang-undang darurat.

Dengan mengenakan topeng dan bersenjata lengkap, polisi melakukan penggeledahan dari rumah ke rumah. Mereka dituding mengancam perempuan hamil dan anak-anak dengan todongan senjata.

Pada Desember lalu, pengadilan federal Australia memutuskan, kepolisian telah melanggar undang-undang diskriminasi ras.

Polisi, lanjut pengadilan, melakukan operasinya dengan pemilahan "mereka dan kita". Pengadilan juga menyebut, polisi pasti akan bersikap beda jika insiden terjadi di kawasan terpencil tetapi dengan penduduk non-Aborigin.

Keputusan pengadilan ini membuka jalan bagi para penduduk pulau untuk menuntut kompensasi. Pengadilan memberikan batas waktu pendaftaran hingga 30 Juni.

Sidang gugatan class action ini dijadwalkan akhir tahun ini tetapi pemerintah Queensland agaknya akan berusaha menyelesaikan masalah ini dengan musyawarah.

Baca: Untuk Pertama Kali Warga Aborigin Menjadi Menteri di Australia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Telegraph
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com