Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Jepang, 4,5 Juta Warga "Single" Paruh Baya Hidup Andalkan Orangtua

Kompas.com - 21/04/2017, 14:20 WIB

TOKYO, KOMPAS.com - Saat ini jutaan warga Jepang usia paruh baya masih tinggal bersama orangtua mereka dan sangat tergantung secara finansial kepada mereka.

Hal ini kemungkinan besar menjadi salah satu penyebab terus menurunnya populasi warga Jepang.

Diperkirakan sebanyak 4,5 juta warga Jepang berstatus pengangguran dan tak menikah. Mereka ini berusia antara 35-54 tahun dan masih tinggal bersama orangtua mereka.

Para peneliti yang melakukan survey pada 2016 ini menyebut mereka sebagai "parasit". Istilah ini sudah digunakan pakar sosiologi Masahiro Yamada pada 1997.

"Di masa pertumbuhan ekonomi hingga pertengahan 1990-an, warga berusia 20-an lebih suka menghibur diri mereka sendiri. Mereka berpikir akan menikah dalam usia 30-an," ujar Yamada.

"Namun, kenyataannya sepertiga dari mereka tak pernah menikah dan kini mereka sudah berusia 50-an," tambah dia.

Salah satu yang disebut sebagai seorang "parasit" adalah Hiromi Tanaka, mantan vokalis untuk beberapa kelompok musik pop.

"Saya terbiasa hidup dalam kondisi yang tak stabil dan mencari cara bagaimana mengatasinya," ujar Tanaka.

Baca: Angka Pernikahan Tanpa Seks di Jepang Makin Tinggi, Ada Apa?


Kini berusia 54 tahun, Tanaka mendapatkan penghasilan dari memberikan les privat olah vokal yang kian hari muridnya juga kian sedikit.

Dia tak memiliki rencana pensiun dan sudah menggunakan sebagian besar dari uang tabungannya.

"Ayah saya meninggal dunia tahun lalu sehingga penghasilan pensiun dipangkas separuhnya. Jika semua berjalan terus seperti ini, ibu dan saya akan menderita," tambah dia.

Sekitar 20 persen "jomblo" paruh baya ini tinggal di rumah orangtua mereka dan menggantungkan hidup dari orangtua mereka.

"Saat mereka mengabiskan tabungan dan warisan orangtua, maka tak ada cara lain selain meminta derma," tambah Yamada.

Kondisi ini tentu membuat tekanan terhadap PM Shinzo Abe semakin berat karena terus menyusutnya jumlah tenaga kerja negeri itu, sebuah generasi yang pernah dianggap sebagai generasi bebas kini sedang khawatir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com