ANKARA, KOMPAS.com - Partai oposisi terbesar Turki, Selasa (18/4/2017), akan secara resmi mengajukan permohonan kepara badan pemilu tinggi (YSK) untuk membatalkan hasil referendum.
Dalam referendum yang digelar pada Minggu (16/4/2017), sekitar 51,41 persen pemilih menyetujui perubahan konstitusi yang akan memberikan wewenang lebih besar untuk Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Wakil ketua Partai Rakyat Republik (CHP) Bulent Tezcan akan menyampaikan permohonan itu pada pukul 11.30 waktu setempat atau sekitar pukul 18.30 WIB.
Kelompok oposisi marah setelah YSK dalam saat-saat terakhir menerima surat suara dalam amplop tanpa stempel resmi.
Baca: Erdogan: Semua Pihak Harus Hormati Hasil Referendum Turki
Sebelumnya dalam pertemuan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa, PM Binali Yildirim mengatakan, semua pihak harus menghormati hasil referendum termasuk kelompok oposisi.
"Keinginan rakyat sudah terlihat dari hasil suara dan pekerjaan saat ini sudh selesai. Salah jika mengatakan sesuatu setelah bangsa ini berbicara," ujar Yildirim.
Namun, tipisnya hasil perhitungan suara memicu adanya dugaan kecurangan dan manipulasi suara.
Apalagi, di 33 dari 81 provinsi Turki, kelompok yang tak setuju perubahan konstitus meraup suara terbanyak.
Referendum ini meminta pendapat rakyat untuk perubahan konstitusi khususnya tentang wewenang presiden yang diperbesar.
Nantinya, Turki akan menganut sistem presidensial dan menghapus posisi perdana menteri yang akan diganti dengan beberapa wakil presiden.
Perubahan ini kemungkinan besar baru akan dilaksanakan pasca-pemilihan presiden 2019 yang diyakini banyak pihak akan kembali dimenangkan Erdogan.
Baca: Pertaruhan Politik Turki Bernama Referendum
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.