MANILA, KOMPAS.com - Presiden Filipina Rodrigo Duterte menunda kunjungannya ke sebuah pulau yang diklaim negeri itu di Laut China Selatan.
Penundaan kunjungan itu dilakukan setelah pemerintah China melayangkan peringatan kepada Duterte.
Pekan lalu, Duterte mengumumkan rencananya mengibarkan bendera Filipina di Pulau Thitu, di kepulauan Spratly yang disengketakan.
Selain itu, Duterte juga memerintahkan untuk memperkuat barak-barak militer di pulau tersebut.
"Karena persahatan kita dengan China dan karena kami menghormati persahabatan Anda, maka saya tak akan pergi dan mengibarkan bendera Filipina," kata Duterte dalam pidato di hadapan komunitas Filipina di Riyadh, Arab Saudi, Rabu (12/4/2017).
"Mereka (China) mengatakan, jangan pergi ke sana untuk sementara waktu, tolonglah jangan pergi ke sana. Saya memenuhi permintaan itu karena menghargai persahabatan dengan China," ujar Duterte.
Dia menambahkan, peninjauan Pulau Thitu tetap dilakukan dan dia akan mengirim putranya ke pulau tersebut.
Sebelumnya, Duterte pernah memerintahkan militernya untuk menduduki 9-10 pulau yang belum berpenghuni di Laut China Selatan.
"Di sana begitu banyak pulau. Saya perintahkan militer menduduki 9 atau 10 pulau, mendirikan bangunan dan mengibarkan bendera Filipina," kata Duterte pekan lalu.
"Dan menjelang hari kemerdekaan kita, saya mungkin pergi ke Pulau Pag-asa untuk mengibarkan bendera di sana. Meski pulau itu kosong, maka mari kita isi dengan penduduk," tambah dia.
China mengklaim hampir seluruh wilayah perairan strategis yang setiap tahun dilintasi lalu lintas perdagangan bernilai 5 triliun dolar AS.
Selain China dan Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam juga mengklaim sebagian wilayah di perairan sengketa itu.