Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perjuangan Pasangan Pengantin Beda Agama di Mesir

Kompas.com - 13/04/2017, 18:41 WIB

KAIRO, KOMPAS.com - Pengeboman dua gereja Koptik yang menewaskan puluhan orang pada 9 April lalu menggarisbawahi potensi bahaya yang dialami minoritas Kristen di Mesir.

Namun, di wilayah selatan Mesir, hidup etnis Nubia yang mampu menjaga kedamaian meski warganya menganut agama Islam dan Kristen. Bahkan, terjadi pernikahan beda agama antar anggota etnis Nubia.

Berikut laporan wartawan BBC Nicola Kelly yang hadir dalam pesta pernikahan pasangan beda agama di kota Aswan, Mesir.

"Semua orang selalu menasihati saya untuk menikahi gadis dari komunitas saya. Tapi itu mustahil. Saya tidak bisa jauh darinya," kata Akram sembari mengerjapkan mata.

Ucapan itu keluar dari mulut Akram beberapa jam sebelum dia menghadiri akad nikah di masjid sebuah desa di bantaran Sungai Nil.

Akad nikah Akram bukan upacara pernikahan biasa. Akram akan mengucapkan ikrarnya sebagai mempelai pria di masjid, sedangkan Sally, sang mempelai perempuan yang beragama Kristen, mendaraskan doa secara pribadi di rumah.

"Kami adalah dua mempelai pertama yang menikah di luar agama kami. Itu sangat sulit, khususnya bagi orangtua saya," kata Akram.

Selama tujuh tahun, Akram dan Saly dilarang bertemu oleh orangtua mereka masing-masing.

Bahkan, anggota komunitas, pemuka agama, dan teman-teman berupaya mencegah mereka berjumpa. Namun, sepasang kekasih itu masih bisa menyiasati cara untuk bersua.

"Kami sepakat menikah pada malam hari sehingga keluarga kami tidak malu," kata Akram.

Bagi etnis Nubia, seperti Sally dan Akram, menikah beda agama tidak dilarang, namun tetap dianggap tabu.

Sehingga, mereka menggelar pesta pernikahan sendiri-sendiri pada siang hari dan baru bertemu pada malam hari. Pertemuan tersebut akan ditandai dengan tarian-tarian tradisional.

Berisiko

Akram dan Sally pertama kali bertemu tujuh tahun lalu di Aswan, tempat anak muda berkumpul, mencamil es krim, dan bercanda. Kota itu dapat ditempuh dalam tempo singkat dari desa mereka, Shadeed.

"Dia suka candaan saya. Dan saya selalu menantikan untuk bisa berjumpa dia. Tidak mudah, tapi sekarang kami di sini," kata Akram.

Hubungan seperti Akram dan Sally sangat berisiko di daerah lain di Mesir.

Sejak revolusi 2011, serangan terhadap penganut Kristen di Mesir meningkat. Tercatat 54 insiden kekerasan yang menyebabkan kaum minoritas keagamaan menjadi korban.

Insiden-insiden itu mencakup serangan bunuh diri di gereja Koptik menjelang Natal 2016, dan dua pengeboman di dua gereja Koptik pada 9 April lalu yang mengakibatkan 45 orang tewas.

Meski begitu, Akram tidak khawatir dengan pernikahannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com