Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/04/2017, 10:00 WIB

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Selama beberapa bulan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) yang menjadi ujung tombak melawan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) bertempur di bagian utara Suriah, sambil mewaspadai pasukan Suriah dan jet-jet Rusia yang menarget kelompok teroris itu.

Beberapa analis mengatakan serangan rudal AS terhadap pangkalan udara Suriah pada Jumat (7/4/2017) dini hari  bisa mengubah hal itu, dan kemungkinan mempengaruhi pertempuran melawan ekstremis itu, terutama mengusir mereka dari Raqqa, ibu kota de facto kekhalifahan ISIS.

Analis di Middlesex University di London, Janroj Keles, mengatakan “dengan melakukan serangan ini, pemerintah Trump menunjukkan bahwa sikap AS di kawasan itu tidak akan seperti sebelumnya, dan seluruh pemain di kawasan itu harus mewaspadai apa yang mereka lakukan.”

Didukung serangan-serangan AS dan keberadaan penasehat di lapangan, Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didominasi kelompok Kurdi dan didukung AS telah berhasil mengusir ISIS ke arah selatan, merebut kembali puluhan desa dalam pertempuran menuju ke Raqqa.

Milisi Turki dan kelompok Islam-Sunni Arab yang bersekutu dengan SDF juga membuat serangan-serangan mendadak bersama dengan tim pasukan Turki, apa yang disebut Ankara sebagai “Operasi Perisai Eufrat”.

Secara terpisah, pasukan darat Suriah dan pesawat-pesawat tempur Rusia – yang umumnya berasal dari selatan negara itu – juga menggempur benteng-benteng ISIS.

Ketika konflik itu berkembang diantara pasukan-pasukan yang bertarung di kota Manbij di bagian utara Suriah yang ditinggalkan ISIS, diplomasi diam-diam yang dilakukan komandan-komandan pasukan Turki, AS, dan Rusia bulan lalu berhasil mencapai perjanjian untuk memulihkan perdamaian.

Di zona-zona penyangga, ada US Army Rangers yang berada tidak jauh dari tentara Rusia, sementara milisi lokal, milisi Kurdi dan pasukan yang didukung Turki menjaga daerah-daerah tersebut.

Pejabat-pejabat Pentagon dan pasukan koalisi pimpinan AS mengatakan mereka tidak bekerjasama dengan pasukan Suriah dan Rusia untuk melawan ISIS, meskipun mereka mengakui kadang-kadang menggunakan “deconfliction channel” – semacam wahana untuk mengurangi terjadinya tabrakan pesawat tempur atau persenjataan udara di daerah itu – sehingga para komandan Rusia mengetahui posisi militer mereka dan maksudnya.

Setelah serangan rudal AS, Rusia mengatakan pihaknya menangguhkan penggunakan saluran komunikasi untuk mengkoordinir pergerakan pesawat tempur di wilayah udara Suriah, tetapi Pentagon mengatakan saluran itu tetap terbuka.

Meskipun para analis mengatakan masih belum pasti bagaimana Rusia atau AS kini berinteraksi – terkait ISIS di Suriah – pejabat-pejabat AS mengatakan mereka berharap komunikasi kedua pihak akan pulih ketika pertempuran mulai fokus pada ofensif terhadap Raqqa.

Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson, akan bertolak ke Moskwa untuk bertemu mitranya – Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov – yang sudah sering dihubunginya melalui telefon.

Meskipun AS bersedia bekerjasama dengan Rusia dalam bidang-bidang praktis seperti melawan ISIS, AS mengatakan tetap bertekad meminta pertanggungjawaban Rusia ketika terjadi pelanggaran norma-norma internasional. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com