Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China dan Rusia Halangi PBB untuk Selidiki Kekerasan atas Rohingya

Kompas.com - 18/03/2017, 08:52 WIB

NEW YORK, KOMPAS.com - China, yang didukung Rusia, menghalangi pengesahan pernyataan Dewan Keamanan (DK) PBB menyangkut usaha untuk menyelidiki kekerasan oleh terduga militer Myanmar kepada etnis minoritas Rohingya, Jumat (17/3/2017), New York, AS.

Beberapa diplomat mengatakan, tindakan China dan Rusia itu dilakukan setelah 15 anggota DK PBB membahas situasi di negara bagian Rakhine, Myanmar, seperti dilaporkan Reuters.

Militer Myanmar telah menggelar operasi keamanan di Rakhine setelah penyerangan oleh milisi bersenjata ke pos di perbatasan yang menewas sembilan polisi pada 9 Oktober 2016.

Kantor HAM PBB bulan lalu menuding militer Myanmar melakukan pembunuhan dan pemerkosaan massal terhadap etnis minoritas Rohingya dan membakari desa-desa mereka.

Para aktivis dan kritikus mengatakan, tindakan militer Myanmar itu kemungkinan bisa mengarah pada kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis.

Atas permintaan Inggris, Kepala Bidang Politik PBB Jeffrey Feltman memberikan pemaparan kepada para anggota DK dalam sidang tertutup, Jumat kemarin.

"Kami berusaha memajukan beberapa usulan namun kesepakatan tidak tecapai di dalam ruangan itu," kata Duta Besar Inggris untuk PBB, Matthew Rycroft, yang menjadi Presiden DK selama Maret ini, kepada para wartawan setelah sidang.

Pernyataan DK harus disepakati oleh seluruh anggota sebelum dapat dikeluarkan. Sejumlah diplomat mengatakan China, yang didukung Rusia, menentang pernyataan tersebut.

STR / AFP Ratusan pengungsi Rohingya yang melintasi batas ke Banglades untuk menghindari kekerasan sektarian diawasi ketat pasukan perbatasan Banglades.
Rancangan pernyataan singkat yang sempat dibaca Reuters itu berbunyi "mencatat dengan keprihatinan munculnya bentrokan baru di beberapa wilayah negara itu dan menekankan pentingnya akses kemanusiaan ke wilayah-wilayah yang terkena dampak."

Sekitar 75.000 orang telah mengungsikan diri dari negara bagian Rakhine ke Banglades sejak militer Myanmar mulai melancarkan operasi militer, Oktober 2016.

Operasi dilakukan sebagai penanganan terhadap tindakan yang disebut militer merupakan serangan oleh pemberontak Rohingya di pos-pos perbatasan, yang menewaskan sembilan personel kepolisian.

Uni Eropa, Kamis (16/3/2017), mendesak PBB untuk segera mengirim misi internasional pencari fakta ke Myanmar guna menyelidiki tuduhan penyiksaan, pemerkosaan dan pembunuhan oleh militer terhadap Muslim Rohingya.

Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi mengatakan kepada para diplomat di ibu kota negara Myanmar, Naypyitaw, negaranya telah diperlakukan tidak adil.

Militer Myanmar tidak melakukan kekerasan seperti yang dituding oleh para aktivis dan beberapa negara di dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com