Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Ambisi Versus Realita

Kompas.com - 17/01/2017, 16:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Sejak digunakannya pesawat terbang sebagai sarana angkutan udara yang cepat dan efisien, maka persaingan ketat terjadi antara beberapa pabrik pesawat terbang.  Persaingan yang berlangsung itu tentu diiringi dengan lajunya kepesatan teknologi penerbangan.  

Menarik untuk diamati ketika pesawat penumpang pada awal tahun 1950 hingga tahun 1960an di dominasi oleh pesawat-pesawat terbang yang hanya bermesin piston (sama dengan mesin yang digunakan untuk mobil). 

Pada era ini dikenal beberapa pesawat yang cukup popular seperti DC-3 dan DC-6 serta  L-1049 Super Constallation. 

Secara bertahap jenis mesin pesawat terbang meningkat kualitasnya. Mesin piston bagi pesawat propeller (baling-baling) dikembangkan menjadi mesin turbo prop yang berkapasitas lebih besar dan mempunyai daya dorong yang lebih tinggi. Pada pesawat yang menggunakan jenis ini kita mengenal antara lain pesawat VC-8 Vickers Viscount dan L-188 Electra. 

Beberapa saat kemudian pesawat bermesin turbo prop berkembang lagi dengan ditemukannya mesin turbo jet atau Jet Engine. Pada masa inilah terjadi persaingan yang semakin ketat dari produksi pesawat terbang bermesin Jet. 

Terdapat cukup banyak pesawat-pesawat Jet komersial yang berkembang dengan mesin Jet ini seperti antara lain Convair Jet 990 A, DC-9, DC-10, Boeing 737, Boeing 727 dan Boeing 747 yang sangat terkenal itu.  

Airbus kemudian menyusul dengan beberapa jenis pesawatnya antara lain A-320, A-340, A-330 dan kemudian yang terakhir sekali adalah Super Jumbo A-380.  

Belakangan ini , pesawat terbang tidak hanya menggunakan daya dorong dari mesin jet “full jet engine” akan tetapi sudah menggunakan mesin yang dikenal sebagai mesin jet dari jenis “turbo fan”.    Ini adalah jenis mesin Jet yang dapat lebih menghemat bahan bakar.

Persaingan yang terjadi dalam produksi pesawat terbang angkut sipil komersial semakin hari semakin berkembang dan seiring dengan itu telah memacu para ilmuwan untuk bekerja lebih keras dalam melayani permintaan pasar global angkutan udara.  

Pada intinya yang terjadi adalah pertandingan besar untuk menciptakan pesawat terbang yang terbang lebih cepat dan yang lebih besar daya angkutnya, dalam membawa penumpang dan barang.  

Pada sisi lainnya penggunaan pesawat terbang dihadapkan kepada terbatasnya persediaan bahan bakar yang bisa digunakan dalam penerbangan. Pada akhirnya yang akan berbicara tentu saja masalah efisiensi dalam menekan biaya operasi penerbangan dalam hubungannya dengan pengembangan kemampuan membawa penumpang dan barang serta kecepatan pesawat terbang itu sendiri.  

Pada titik inilah kemudian dunia penerbangan sipil komersial juga akan berhadapan dengan bagaimana sebuah fasilitas take off dan landing pesawat serta gedung terminal dapat memfasilitasi hal itu semua.

Menjadi menarik untuk dicermati kemudian, tentang bagaimana persaingan yang terjadi dalam hal meningkatkan kecepatan pesawat terbang sipil komersial.  

Dalam hal ini, kita dapat menengok sejenak pada “keberhasilan”  Inggris dan Perancis dalam menciptakan pesawat angkut komersial tercepat di dunia. Sebuah pesawat terbang angkut sipil komersial dengan kemampuan terbang melampaui dua kali kecepatan suara atau 2 Mach telah berhasil diproduksi bersama oleh Inggris dan Perancis.  

Concorde, adalah sebuah nama yang diberikan bagi pesawat terbang ini. Concorde dapat juga  atau bisa berarti: Agreement, Harmony atau Union.  

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com