Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Welcome, President Trump..."

Kompas.com - 09/11/2016, 14:51 WIB
Ericssen

Penulis

NEW YORK, KOMPAS.com — Dunia dibuat terkejut. Donald Trump terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat.

Sebelumnya, tidak ada pengamat politik ataupun lembaga survei yang memprediksi kemenangan spektakuler miliarder kontroversial itu.

Calon presiden Partai Republik itu telah mengalahkan lawannya dari Partai Demokrat, mantan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton.

Kemenangan Trump dipastikan pada Rabu (9/11/2016) pukul 02.30 dini hari waktu bagian timur AS.

Sejumlah lembaga survei memproyeksikan kemenangan Trump di negara bagian Wisconsin yang memberikan 270 electoral votes yang diperlukan Trump untuk menjadi penghuni baru Gedung Putih.

Aroma kemenangan pebisnis yang lahir pada 14 Juni 1946 ini sudah mulai tercium setelah dia tanpa terduga menghancurkan benteng pertahanan "Blue Firewall" Hillary.

Trump membuat shock pendukung Hillary dengan meraih kemenangan meyakinkan di Wisconsin dan Pennsylvania yang selalu memilih capres Demokrat sejak Pilpres AS 1988.

Revolusi "Rust Belt" untuk Kemenangan Trump yang menjadi simbol terjadinya Revolusi Pekerja Berkerah Biru ("Blue Collar") ironisnya berbasis di “Blue Firewall” milik Hillary, yaitu di Pennsylvania, Wisconsin, dan Michigan.

Negara bagian yang sering disebut "Rust Belt States" ini didominasi oleh pemilih berkulit putih berkerah biru yang kebanyakan tidak berpendidikan ke jenjang universitas.

Pemilih ini adalah pemilih kelas pekerja yang terpikat oleh gaya retorik populis Trump yang mengecam globalisasi dan perdagangan bebas.

Faktor itu yang diyakini mengakibatkan mereka kehilangan pekerjaan, terutama di sektor manufaktur yang dialihdayakan ke luar AS.

Demografi pemilih ini kebanyakan tinggal di kota kecil dan daerah pertanian.

Sosok outsider Trump

Kemenangan Trump juga menjadi simbol kemarahan rakyat AS terhadap elite politik di Washington DC yang dinilai tidak peka terhadap kesulitan ekonomi yang mereka hadapi.

Rakyat menyuarakan frustrasinya terhadap para politisi dari kedua partai, baik Demokrat maupun Republik, yang terus berseteru tanpa henti menimbulkan gridlock di pemerintahan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com