MUHANGA, KOMPAS.com - "Tiga, dua, satu, lepas..." Suara itulah yang terdengar ketika program pengiriman bantuan kesehatan mulai digelar di Muhanga, Rwanda.
Jumat (14/10/2016), Rwanda meresmikan operasi pesawat tanpa awak (drone), sebagai awal sebuah revolusi dalam penyaluran kebutuhan medis ke wilayah pedalaman Afrika.
Dalam pembukaan program kali ini, dikirimkan darah ke 21 klinik yang ada di wilayah pedalaman sebelah barat negara itu.
Angka kematian ibu di Afrika termasuk yang tertinggi di dunia.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebagian besar karena perdarahan pascamelahirkan, akibat kurangnya akses transfusi darah sederhana.
Rwanda pun adalah salah satu negara di Afrika dengan masalah yang sama.
Letak geografis dengan wilayah yang bergunung-gunung, ditambah dengan guyuran hujan musiman yang kerap terjadi, membuat pengangkutan darah ke pedalaman menjadi sukar.
Darah pun menjadi benda yang sangat berharga, sehingga nyaris tak mungkin ada pusat kesehatan di sana yang memiliki stok darah yang cukup.
Demikian diungkapkan Keller Rinaudo, CEO of Zipline, sebuah perusahaan robotik berkedudukan di California, AS yang mendukung program ini seperti dikutip AFP.
Zipline lah yang merancang 15 drone yang diluncurkan dari Muhanga, yang berada 50 kilometre sebelah barat Ibu Kota Kigali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.