MANILA, KOMPAS.com - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengakui adanya potensi pelanggaran dalam kebijakan perang melawan narkoba yang dicanangkan pemerintahnya.
Hingga saat ini sudah lebih dari 400 orang tewas terkait kebijakan itu, dan banyak kelompok pembela hak asasi manusia telah melontarkan kecaman.
Terakhir, sekelompok organisasi HAM menyatukan suara dan mendesak Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk mengeluarkan kecaman kepada pemerintahan Presiden Duterte.
Baca: PBB Didesak Kecam Presiden Duterte
Kendati mengakui adanya pelanggaran, Duterte bergeming dan tidak mengubah perintahnya untuk menembak mati para tersangka pengedar dan pemakai narkoba.
Dalam pidatonya Kamis malam kemarin, Duterte mengatakan, sebagian besar gembong dan pacandu narkoba tewas dalam perlawanan kepada petugas.
Di sisi lain, Duterte mengaku yakin bahwa ada lebih banyak umat manusia yang diselamatkan dalam kebijakannya ini.
Kemudian, terkait munculnya tuduhan pembunuhan tersangka secara ilegal, Duterte mengatakan, pemerintahnya tetap akan melakukan investigasi.
Pada Jumat pagi (5/8/2016), kembali menegaskan bahwa perintan tembak mati yang dia keluarkan berlaku untuk seluruh gembong dan pemakai narkoba, termasuk politisi yang terlibat dalam perdagangan gelap.
Menanggapi komentar tersebut, seorang pakar hukum di Filipina Jose Manuel Diokno, mengatakan, kebijakan Duterte tersebut dapat dipertanyakan di mata hukum.
Baca: Duterte Akan Publikasikan Nama-nama Pejabat yang Terlibat Peredaran Narkoba
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.