Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laut China Selatan, Perairan Menggiurkan Sumber Sengketa 6 Negara

Kompas.com - 13/07/2016, 17:40 WIB

KOMPAS.com - Pada 1947, saat China masih dikuasai Partai Kuomintang pimpinan Chiang Kai Sek, sudah menetapkan klaim teritorialnya atas Laut China Selatan.

Saat itu, pemerintahan Kuomintang menciptakan garis demarkasi yang mereka sebut sebagai "eleven-dash line".

Berdasarkan klaim ini China menguasai mayoritas Laut China Selatan termasuk Kepulauan Pratas, Macclesfield Bank serta Kepulauan Spratly dan Paracel yang didapat China dari Jepang usai Perang Dunia II.

Klaim ini tetap dipertahankan saat Partai Komunis menjadi penguasa China pada 1949. Namun, pada 1953, pemerintah China mengeluarkan wilayah Teluk Tonkin dari peta "eleven-dash line" buatan Kuomintang.

Pemerintah Komunis "menyederhanakan" peta itu dengan mengubahnya menjadi "nine-dash line" yang kini digunakan sebagai dasar historis untuk mengklaim hampir semua wilayah perairan seluas 3 juta kilometer persegi itu.

Celakanya, klaim China itu kini bersinggungan dengan kedaulatan wilayah negara-negara tetangga di kawasan tersebut. Kini tak kurang dari Filipina, Brunei Darussalam, Taiwan, Vietnam dan Malaysia berebut wilayah tersebut dengan China.

Mengapa Laut China Selatan ini menjadi begitu diperebutkan? Bukankan laut itu cukup luas untuk dibagi bersama keenam negara yang memperebutkannya?

Menurut data dari pemerintah AS, Laut China Selatan memiliki potensi ekonomi yang sangat luar biasa.

Laut ini merupakan lalu lintas perdagangan internasional yang bernilai tak kurang dari 5,3 triliun dolar AS setiap tahunnya.

Selain itu, menurut data Badan Informasi Energi AS, di kawasan ini tersimpan cadangan minyak bumi sebesar 11 miliar barel serta gas alam hingga 190 triliun kaki kubik.

Tak hanya itu, 90 persen lalu lintas pengangkutan minyak bumi dari Timur Tengah menuju Asia pada 2035 akan melintasi perairan tersebut.

Pada 1974, setahun setelah keterlibatan AS di Vietnam resmi diakhiri dengan Perjanjian Damai Paris, China bergerak cepat "mengamankan" wilayah ini.

Militer China dikirim untuk menduduki sisi barat Kepulauan Paracel. Mereka mengibarkan bendera dan mengalahkan satu garnisun pasukan Vietnam di sana.

Pasukan Vietnam mundur dan mendirikan pos permanen sekaligus menduduki Kepulauan Spratly. Di saat yang sama China memperkuat militernya di Pulau Woody, pulau terbesar di Kepulauan Paracels.

Setelah Vietnam Utara dan Selatan bersatu dan membentuk Republik Sosialis Vietnam, negeri itu tetap mengukuhkan klaim terhadap Spratly dan Paracels.

Vietnam mengklaim China tak pernah mengklaim kepemilikan Kepulauan Spratly dan Paracels sebelum 1940-an.

Sementara, Vietnam mengaku telah menguasai kedua kepulauan tersebut sejak abad ke-17 dan mengklaim memiliki berbagai dokumen itu membuktikan hal tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com