Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/06/2016, 10:39 WIB

LONDON, KOMPAS.com - Sejumlah kelompok warga imigran mengkhawatirkan nasib mereka setelah Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa, sesuai hasil referendum yang digelar pada Kamis (23/6/2016).

Selisih suara antara kubu yang menginginkan Inggris tetap bergabung dalam Uni Eropa dan kubu yang menginginkan keluar dari blok itu sebenarnya kurang dari lima persen.

Fakta itu, kata peneliti pada Lembaga Perubahan Sosial Universitas Manchester Dr Gindo Tampubulon, membuat perpecahan antara kedua kubu semakin tajam usai referendum.

"Jadi banyak juga yang tak begitu senang, kecewa dan khawatir. Di tempat-tempat sini, dengan kubu ke luar yang menang dalam referendum, sebagian dengan alasan imigrasi, membuat orang-orang imigran merasa tak begitu aman," kata Gindo kepada BBC Indonesia, Senin (27/6/2016).

"Dan ada beberapa insiden yang berbau rasial, seperti kita baca di koran, dan di sekitar sini juga, mulai ada," tambah dia.

Di antara insiden yang berbau rasis adalah dugaan adanya grafiti dan kartu yang berbunyi "Tak ada lagi kutu Polandia" yang dikirim ke rumah-rumah warga asal negeri Eropa timur itu.

Jumlah imigran menjadi salah satu "andalan" bagi kubu pro-Brexit untuk mendulang suara. Mereka beralasan jumlah imigran sudah terlalu banyak, terutama dari negara-negara Eropa timur yang menjadi anggota Uni Eropa.

Mereka berpendapat arus imigran dapat dibendung jika Inggris keluar dari Uni Eropa karena tak akan terikat prinsip pergerakan manusia secara bebas sebagaimana ditetapkan blok ekonomi tersebut.

"Di sisi orang yang menang dan merasa menang mengungkapkan pandangan mereka soal imigran dengan cara yang tak begitu nyaman buat para pendatang. Banyak yang merasa mereka boleh menyuruh orang pulang semata-mata karena orang itu tidak berkulit putih," jelas Gindo.

Namun tak semua pendatang yang merasa terlalu khawatir dengan kondisi keamanan Inggris usai referendum.

Zukni, seorang warga Indonesia yang bergerak di usaha layanan angkutan mobil mewah, mengaku belum menyaksikan atau mengalami insiden apa pun sejauh ini.

"Secara umum saya belum bisa merasakan apa-apa yang menjadi efek langsung sekarang dari saya yang berdomisili di sini (London) menyangkut kehidupan sehari-hari," tutur Zukni.

Meski demikian, dia tak menafikan kemungkinan adanya dampak negatif keluarnya Inggris dari Uni Eropa bagi para pendatang.

"Ke depan mungkin saya rasa akan ada perbedaan, misalkan dunia usaha atau mungkin kita sebagai orang-orang pendatang yang mungkin nanti akan ada efeknya."

Menurut dosen senior di SOAS, Universitas London, Dr Ben Murtagh, isu imigran dimainkan secara tak bertanggung jawab oleh sejumlah politikus.

"Sebenarnya Inggris Raya perlu imigran datang ke sini karena sebenarnya tidak cukup orang muda di negara ini. Jadi imigran diperlukan agar ekonomi bisa lebih kuat," kata dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com