Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rakyat Inggris Pilih "Merdeka" dari Uni Eropa

Kompas.com - 24/06/2016, 13:17 WIB

LONDON, KOMPAS.com - Referendum Brexit berakhir dan sebagian besar rakyat Inggris  memilih agar negara mereka meninggalkan Uni Eropa.
 
Hasil ini sekaligus menjadi pukulan keras bagi pakta ekonomi tersebut dan menyebar kepanikan ke pasar keuangan dunia dipicu jatuhnya nilai tukar poundsterling ke titik terendah selama 31 tahun terakhir.

Dari hasil penghitungan suara 52 persen pemilih menginginkan Inggris keluar dari Uni Eropa sementara hanya 48 persen yang memilih agar negeri pulau itu tetap menjadi anggota pakta ekonomi tersebut.

Artinya, sebanyak 16,8 juta pemilik suara memilih "leave" dan 15,7 juta orang menginginkan "remain". Dari 382 daerah pemilihan sebanyak 374 daerah sudah menyelesaikan penghitungan suara sehingga secara matematis sulit bagi kelompok anti-Brexit untuk menang.

"Jadikan tanggal 23 Juni tercatat dalam sejarah sebagai hari kemerdekaan kita," kata politisi pendukung Brexit, Nigel Farage, pemimpin UK Independenc Party (UKIP).

Sejak lama Farage menjanjikan kepada rakyat Inggris untuk merebut kembali kekuasaan dari Brussels, ibu kota Uni Eropa.

"Jika prediksi saat ini benar, maka ini akan menjadi kemenangan rakyat sesungguhnya, kemenangan rakyat biasa," ujar Farage.

Sementara itu, di London, para pendukung anti-Brexit nampak tertunduk lesu meyaksikan layar televisi yang menyiarkan kemenangan kelompok Brexit.

Rakyat Inggris nampaknya mengabaikan semua peringatan bahwa meninggalkan Uni Eropa akan menciptakan lubang anggaran yang nantinya membutuhkan pemotongan belanja dan peningkatan pajak karena kehilangan akses perdagangan langsung dengan Uni Eropa.

Keputusan ini akan membangkitkan kembali kekhawatiran munculnya efek domino di negara-negara anggota Uni Eropa lainnya yang bisa mengancam kelangsungan blok ekonomi ini.

Politisi sayap kanan Belanda Geert Wilders dan pemimpin Front Nasional Perancis (FNF) Marine Le Pen menyanjung keputusan rakyat Inggris dan menyerukan referendum serupa digelar di kedua negara itu.

Keluarnya Inggris dari Uni Eropa juga mengakibatkan dorongan untuk mundur untuk PM David Cameron semakin berat, setelah dia gagal mempertahankan Inggris di Uni Eropa.

Sejumlah kalangan menjagokan Boris Johnson, mantan wali kota Inggris, politisi Partai Konservatif dan salah seorang pelopor Brexit, untuk menggantikan Cameron di kursi perdana menteri.

Hasil ini juga berarti Inggris, negeri dengan ekonomi terkuat kelima di dunia, kini sendirian di dalam perekonomian global sehingga harus menggelar negosiasi panjang untuk mencapai kesepakatan baru dengan negara-negara Uni Eropa.

Skenario terburuk seperti dipaparkan Dana Moneter Internasional (IMF), setelah keluar dari Uni Eropa, Inggris akan masuk ke dalam resesi ekonomi tahun depan dan dengan angka pengangguran mencapai level di atas enam persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Guardian
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com