Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/06/2016, 09:13 WIB

PERTH, KOMPAS.com - Puasa Ramadhan bukan sekadar tidak makan atau minum tetapi memiliki makna spiritual puasa seperti mengontrol hawa nafsu.

Itu yang coba ditanamkan Astanti Rachmatiah, seorang WNI yang tinggal Australia, kepada putri kembarnya.

Astanti yang biasa dipanggil Esty tinggal di Perth sejak menikah dengan seorang pria Australia 16 tahun lalu.

Dari pernikahan ini, Esty dan suaminya dikaruniai putri kembar, Annika dan Nabila, yang sekarang berusia 12 tahun.

"Saya pertama kali mengunjungi Australia sebagai mahasiswa S2 pada 1994-1996. Saya dulu pernah bekerja di Edith Cowan University di Perth, namun sejak kelahiran anak-anak, saya memutuskan fokus membesarkan anak dan total menjadi ibu rumah tangga." kata Esty kepada reporter ABC Australia Plus Indonesia, L Sastra Wijaya.

Menurut Astanti, walau sudah cukup lama menetap di Australia, tetapi setiap Ramadhan tiba dia tetap merasakan kerinduannya terhadap tanah air.

"Terutama di saat berbuka puasa dan menjelang waktu sahur. Kerinduan akan suara adzan yang berkumandang menandakan waktu berbuka telah tiba," kata dia.

"Suasana tarawih pun sangat sulit didapatkan di sini. Terutama karena jarak rumah dan masjid yang tidak dekat dan aktivitas rutin sehari-hari tidak berubah," katanya menambahkan.

Untuk mengatasi kerinduan tersebut maka ketika Ramadhan tiba, Esty akan memasak masakan yang sedikit berbeda dan lebih bernuansa Indonesia untuk berbuka bersama keluarga.

"Namun umumnya hanya di minggu pertama saja, selanjutnya tetap kembali kepada menu yang lebih tepat dengan kondisi keseharian. Toh setelah seminggu anak-anak juga sudah terbiasa dengan suasana puasa dan sudah tidak menuntut masakan yang unik lagi." katanya.

Kegiatan lain adalah sesekali berbuka puasa dengan keluarga Indonesia lainnya di Perth.

"Menjelang tidur malam anak-anak pun biasanya mengganti acara baca buku sebelum tidurnya dengan belajar aqidah Islam yang sederhana dan mudah dicerna oleh mereka."

"Begitu pun di saat menunggu waktu subuh biasanya diselingi dengan mendengarkan kisah para nabi." katanya lagi.

Dalam pengalamannya berkenaan dengan anak-anak di sekolah, Astanti melihat beberapa pengalaman unik ketika kedua putrinya masih duduk di bangku sekolah dasar.

"Sebagai seorang pendatang di negeri asing saya selalu berusaha menyesuaikan diri saya dengan kondisi setempat."

"Hal itu yang selalu saya tanamkan pada anak-anak saya sejak usia dini. Sehingga menjadi minoritas tidak akan memiliki efek negatif dalam kehidupan mereka."

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com