Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Pengungsi Sedunia, Tak Cukup Hanya Niat Baik untuk Tangani Pengungsi

Kompas.com - 20/06/2016, 11:05 WIB
JOS/BEN/LUK/RAZ/WSI/KOR/MYR/AIN

Penulis

JAKARTA, KOMPAS — Meskipun mengedepankan prinsip kemanusiaan dan mendapat apresiasi komunitas internasional, Indonesia tetap harus bersikap tegas terkait isu migrasi.

Indonesia tidak boleh mengorbankan kedaulatan wilayah ataupun sosial budaya. Dalam isu migrasi, Indonesia hanya negara transit dan tak pernah menjadi negara tujuan.

Kehadiran ribuan migran Rohingya dan Banglades, Mei 2015, dan 44 migran Sri Lanka yang terdampar di perairan Lhoknga, Aceh Besar, pekan lalu, menegaskan hal itu.

Kepala Dinas Sosial Aceh Al Hudri, Minggu (19/6), mengatakan, saat ditemukan, migran Sri Lanka hanya minta bantuan logistik, perbaikan mesin, dan bahan bakar untuk melanjutkan perjalanan ke Australia.

Awalnya pemerintah setempat enggan mendaratkan mereka. Namun, atas permintaan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pemerintah Aceh akhirnya menampung sementara waktu dengan mendirikan tenda darurat. Dinas Sosial Aceh pun membuat dapur umum.

Para migran itu mengaku berlayar dari Tamil Nadu, India, dan di tengah perjalanan, kapal yang mereka tumpangi rusak.

Selama berhari-hari mereka terapung-apung di laut, ditinggalkan oleh nakhoda, dan hanyut hingga ke Aceh Besar.

Hudri mengatakan, setelah kapal tersebut diperbaiki, aparat akan menggiring kapal itu keluar wilayah perairan Indonesia. Menurut Hudri, mereka bukan pengungsi, tetapi pencari kerja.

"Kami menyarankan agar mereka kembali ke Sri Lanka atau India. Namun, mereka tetap akan melanjutkan perjalanan ke Australia," kata Hudri.

Artika (22), salah seorang migran itu, berterima kasih kepada Indonesia karena sudah membantu.

"Kami tahu Pemerintah Indonesia baik, kami berterima kasih," kata Artika yang masih menyimpan asa bisa berlabuh di Pulau Christmas, Australia.

Tidak memulangkan

Sikap positif Indonesia terkait isu migran, menurut Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri Hasan Kleib, merupakan wujud pelaksanaan prinsip tidak memulangkan, sebagaimana ada dalam Konvensi Pengungsi 1951.

Meskipun tidak meratifikasi konvensi itu, sebagai bagian dari komunitas dunia, Indonesia terlibat aktif dalam misi kemanusiaan, terutama terkait pengungsi dan pencari suaka.

Namun, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI Tri Nuke Pudjiastuti mengatakan, menjunjung aspek kemanusiaan dalam penanganan pengungsi tidak cukup.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com