Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inkonstitusional, Beasiswa Berdasarkan Keperawanan

Kompas.com - 18/06/2016, 19:32 WIB

KOMPAS.com - Sebuah skema pemberian beasiswa ke jenjang universitas bagi pelajar putri di Afrika Selatan yang mampu mempertahankan keperawanannya, dinyatakan bertentangan dengan undang-undang dasar yang berlaku di negara itu.

Informasi ini dilansir Reuters, Jumat (17/6/2016), mengutip penetapan dari Komisi Kesetaraan Jender Afrika Selatan. 

Ide yang ditawarkan seorang Wali Kota di negara itu mengundang perdebatan panjang sejak Januari lalu. Kritik yang terlontar menyebut, patokan keperawanan merupakan hal usang yang tak pantas dipakai.

Sementara, di sisi lain, kelompok tradisional memandang hal itu penting demi menjaga budaya di Afrika.

Jumat kemarin, Komisi Kesetaraan Jender menyebutkan, program ini menunjukkan praktik diskriminasi terhadap perempuan. Salah satu alasannya adalah karena siswa laki-laki tak diwajibkan memenuhi persyaratan itu. 

"Pembiayaan apapun yang dikucurkan oleh lembaga negara berdasarkan seksualitas wanita hanya akan melanggengkan patriarki dan ketidaksetaraan di Afrika Selatan," demikian tertulis dalam pernyataan komisi tersebut.

Kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia menyokong penilaian ini.

"Bukan persoalan budaya yang ada dalam isu ini. Ini menyangkut alokasi dana negara yang berdasarkan keperawawan bagi wanita adalah melanggar UUD yang melindungi kesetaraan, kewibawaan dan privasi," ungkap Sanja Bornman, pengacara dari kelompok pembela HAM.

Bornman mengatakan, ketentuan yang menyebutkan perempuan penerima beasiswa harus terus melakukan tes keperawanan, misalnya saat berakhir masa liburan.

Jika dalam pemeriksaan itu terbukti seorang penerima beasiswa telah kehilangan keperawanannya, maka dia akan dicoret dari daftar penerima beasiswa.

Dudu Mazibuko, Wali Kota yang menggagas ide ini pada bulan Januari lalu, mengatakan, skema ini akan mengurangi angka kehamilan di kalangan remaja.

Selain itu, metode ini pun akan mencegah meluasnya penularan virus HIV/Aids. Di sisi lain, kesempatan belajar pada jenjang universitas bagi perempuan dapat membuka lapangan kerja bagi mereka di Provinsi KwaZulu Natal.

Mazibuko, mengungkapkan argumen, selama ini pun sudah menjadi budaya yang kuat untuk melakukan tes keperawanan di wilayah miskin di provinsi pesisir timur tersebut. 

Namun demikian, pegiat kesetaraan jender dan sejumlah politisi mengecam ide ini. Mereka menyebut skema tersebut patriakis dan antiperempuan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com