Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Farhanah
Pemerhati masalah gender

Setelah lulus dari Ilmu Komunikasi UI, kini meminati persimpangan isu antara media, internet, gender & seksualitas. Sedang bekerja di sebuah organisasi nonpemerintah, kelas digital literacy, dan menjalankan kolektif blog matinyala.com.

Ketika Korea Selatan Tak Sekadar K-Pop yang Ceria

Kompas.com - 31/05/2016, 10:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Siapa yang tak pernah mendengar Korea Pop atau yang lebih sering disingkat dengan K-Pop? Suka tidak suka, produk budaya populer Korea Selatan punya banyak pecintanya di Indonesia.

Tidak hanya musiknya yang dinamik lewat boyband-girlband dan serial televisi yang romantis dan lucu; budaya Korea juga begitu digemari melalui makanan, gaya berpakaian, bahasa, sampai tujuan wisatanya.

Sejak berkembang di awal 2000-an, K-Pop pun turut memantapkan dominasi budaya populer Asia Timur setelah Jepang, Cina, dan Taiwan.

Namun, di balik produk-produk budayanya yang berwarna-warni, ternyata Korea Selatan memiliki sisi gelapnya.

Mungkin Gangnam lebih familiar dalam judul lagu "Gangnam Style" dari Psy dengan gaya tarinya yang ditonton oleh jutaan orang dari berbagai belahan dunia tahun 2012 lalu.

Namun, di Gangnam—yang sesungguhnya merupakan nama distrik di Seoul ini—terjadi sebuah kejahatan yang berlandaskan kebencian (hate crime) pada 17 Mei 2016 lalu.

Seorang perempuan berusia 23 tahun dibunuh oleh pria 34 tahun yang dipilihnya secara acak. Mengutip berita di The Korea Herald, pelaku mengakui pembunuhan tersebut didasarkan oleh kebenciannya terhadap perempuan yang kerap “memandangnya rendah”.

Penyebaran Kekerasan melalui Internet

Kebencian terhadap perempuan di Korea Selatan sebenarnya bukan hal yang baru. Sebelum kasus pembunuhan yang terjadi di kamar mandi gedung di Gangnam, pria-pria Korea Selatan kerap mengungkapkan kebencian terhadap perempuan secara online.

Salah satunya terjadi di Sora.net, sebuah forum online Korea di mana penggunanya kerap berbagi konten pornografi.

Situs yang akhirnya ditutup oleh pemerintah Korea pada April 2016 lalu juga menjadi tempat untuk membahas pemerkosaan; mulai dari membahas rencana pemerkosaan, dokumentasinya, penjualan obat-obatan pemerkosaan dalam pacaran (date rape), juga mengunggah foto-foto dari kamera tersembunyi di rumah maupun kamar mandi umum.

Sebagai contoh, yang juga dilansir oleh Vice, foto-foto yang diunggah biasanya memperlihatkan seorang perempuan yang di kemaluannya terdapat benda-benda, dengan tulisan “Pacarku tersayang, teler hanya karena dua bir” atau “Saya sudah membiarkan tiga laki-laki lain memperkosanya. Hari ini saya ingin mengundang kalian.”

Ada juga seorang pengguna yang mengunggah foto perempuan yang ia akui sebagai adiknya dan mengundang para pengguna situs untuk memperkosanya.

Penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Korea Selatan begitu lemah. Meskipun Sora.net ditutup setelah 15 tahun online dan bukti-bukti telah tersedia, namun tak ada tuntutan apa pun yang dijatuhkan kepada pengguna-pengguna tersebut maupun pemiliknya.

Begitu juga dengan respon terhadap pelaporan korban-korban pemerkosaan. Polisi kerap memberi respon yang menyalahkan korban secara terus-menerus. Sayangnya, tak banyak yang berani berbicara soal lemahnya penanganan terhadap kekerasan seksual terhadap perempuan di Korea Selatan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com