CHENGDU, KOMPAS.com — Jalan paling mengerikan di dunia. Begitulah sebutan untuk jalan setapak dengan panjang 800 meter yang terpaksa harus dilalui anak-anak China agar bisa bersekolah.
Anak-anak usia sekolah dasar itu harus memanjat dan menuruni tebing batu yang curam. Begitu juga jika warga desa pergi menjual hasil-hasil pertanian mereka.
Tidak hanya itu, anak-anak berusia enam tahun dari Desa Atuler di Provinsi Sichuan, China barat daya, itu harus meniti anak tangga yang reyot pula. Nyawa adalah taruhannya.
Pihak berwenang di Sichuan telah bersumpah untuk membantu warga desa pegunungan terpencil itu setelah foto-foto muncul dan menjadi viral di media sosial.
Dalam foto yang dirilis media daring di Beijing, lalu menjadi viral di media sosial, tampak anak-anak dengan beban tas sekolah di punggung terpaksa menapakkan kaki di tebing curam.
Ruas jalan yang dilalui hanya setapak. Sedikit saja kaki terpeleset, maka nyawa akan menjadi taruhan, seperti dilaporkan situs berita The Guardian, Jumat (27/5/2016).
Ada bagian jalan yang ditaruh dengan tangga reyot agar bisa dilalui.
Namun, ada juga ruas jalan yang tanpa tangga sehingga kaki harus berpijak langsung pada dinding batu nan curam.
Foto-foto diambil oleh Chen Jie, seorang fotografer Beijing News, peraih penghargaan dari World Press Photo atas karya jurnalistiknya merekam ledakan mematikan di Tianjin tahun lalu.
Chen menggunakan akun WeChat untuk menggambarkan situasi yang mengerikan, saat ia pertama kali menyaksikan 15 murid Desa Atuler, berusia antara 6–15 tahun, melewati jalan setapak tersebut.
“Sungguh tidak diragukan lagi, saya sangat terkejut melihat kenyataan itu,” tulisnya sambil berharap foto-foto yang dirilisnya bisa membantu mengubah “realitas yang menyakitkan” warga Atuler.
Chen menghabiskan tiga hari mengunjungi masyarakat miskin itu dan mencoba sampai tiga kali melewati jalan berbahaya itu.
"Ini sangat berbahaya. Anda harus 100 persen hati-hati,” kata Chen kepada The Guardian. "Jika Anda mengalami sedikit kesalahan, Anda akan jatuh langsung ke jurang yang dalam,” katanya.
Zhang Li, reporter televisi resmi China CCTV, yang juga dikirim ke daerah pegunungan Atuler, menangis saat ia harus berusaha mencapai desa itu.
“Apakah kita harus pergi dengan cara ini?” kata Zhang yang bersama timnya harus beringsut meniti setapak demi setapak tebing curam. “Saya tidak mau pergi,” katanya.