Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/05/2016, 17:48 WIB

GENEVA, KOMPAS.com – Pemerintah sebuah daerah di Swiss, Rabu (25/5/2016), menegaskan, keyakinan agama seharusnya tidak menjadi alasan untuk menolak menjabat tangan guru.

Penegasan itu untuk membalikkan keputusan kontroversial di sebuah sekolah yang memberikan kebebasan bagi pelajar Muslim untuk tidak menjabat tangan atau menyentuh guru lawan jenisnya.

Dengan adanya aturan baru dari pemerintah, maka orangtua dan wali murid yang menolak untuk menjabat tangan guru di sekolah Swiss bisa didenda 5.000 franc Swiss atau setara Rp 68,8 juta.

"Seorang guru memiliki hak untuk menuntut disalami," kata sebuah pernyataan pemerintah.

Keputusan itu muncul setelah kehebohan di  sekolah menengah di kota Therwill, Swiss,  awal April lalu.

Saat itu dua murid pria Muslim, umur 14 dan 15 tahun, keturunan Suriah menolak menyalami guru perempuan di sekolah mereka.

Berjabat tangan antara murid atau pelajar dengan guru saat masuk sekolah dan meninggalkan sekolah merupakan sebuah kebiasaan di negara itu. Saling menyapa adalah bagian dari tata krama.

Dua murid di Therwill, Swiss,  itu mengajukan alasan bahwa berdasarkan agamanya, mereka tidak boleh bersentuhan dengan perempuan lain yang bukan muhrim-nya.

Menteri Kehakiman Simonetta Sommaruga saat itu mengatakan, bersalaman atau berjabat tangan merupakan bagian dari budaya dan kehidupan sehari-hari Swiss.

Untuk menghindari diskriminasi terhadap guru perempuan, sekolah memutuskan untuk membebaskan anak-anak dari berjabat tangan dengan guru mereka.

Keputusan yang dibuat sendiri oleh pihak sekolah di Therwil tanpa melibatkan pemerintahan lokal atau pejabat lokal. Hal itu kemudian memicu kecaman dari seluruh Swiss.

Menurut keputusan terbaru pemerintah, “kepentingan publik mengenai kesetaraan gender serta integrasi orang asing jauh melebihi hal yang menyangkut kebebasan berkeyakinan siswa.”

"Sekarang sudah ada kejelasan tentang bagaimana seharusnya dilakukan selanjutnya," kata pihak sekolah di  Therwill sambil mengatakan, keputusan akan dikomunikasikan kepada keluarga.

Ayah dari dua anak laki-laki keturuan Suriah itu adalah seorang imam yang tinggal di Basel. Ia masih warga Suriah dan pindah ke Swiss pada tahun 2001 dengan stasus sebagai pencari suaka.

Kantor migrasi Basel sedang mencari informasi lebih lanjut tentang keadaan menyangkut bagaimana status suaka untuk sang ayah telah diberikan di masa lalu.

Pada hari Rabu, pihak berwenang mengatakan bahwa salah satu anggota keluarga, yang identitasnya tidak diungkapkan, telah menerima peringatan atas "hasutan melakukan kekerasan".

Jika terbukti benar, maka hal itu akan memiliki konsekuensi bagi proses naturalisasi. Dari 8 juta waga Swiss, sebanyak 350.000 jiwa di antaranya adalah Muslim.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com