Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muslim Tak Diperbolehkan Masuk ke Desa Ini

Kompas.com - 23/05/2016, 17:38 WIB

NAYPYIDAW, KOMPAS.com – Eksremisme Buddhis bisa semakin mengkhawatirkan di Myanmar. Kecuali jika pemimpin demokrasi Myanmar bisa melawan diskriminasi atas kelompok-kelompok minoritas.

Situs berita The Guardian, Senin (23/5/2016), merilis berita pandangan mata atau hasil kunjungan lapangan tentang kondisi faktual mengenai adanya gejala ekstremisme dan diskriminasi di Myanmar.

“Kekhawatiran  meningkat bahwa ekstremisme Buddhis bisa berkembang, kecuali pemimpin demokrasi baru di negara itu melawan diskriminasi terhadap minoritas,” tulis media  itu.

Muslim dilarang masuk di desa ini. Di pintu masuk ke desa Thaungtan  ada papan "pengumuman" yang memperingatkan Muslim.

“Tidak ada Muslim yang diizinkan menginap. Tidak ada Muslim diperbolehkan menyewa rumah. Tidak ada pernikahan dengan Muslim," demikian bunyi pesan yang tertulis.

Pesan itu dibuat akhir Maret lalu oleh penduduk mayoritas Buddhis dari desa yang terletak di wilayah Delta Irrawaddy itu.

Delta Irrawaddy merupakan  wilayah yang subur dan menjadi magnet bagi warga setempat.

Di sana pula penduduk Buddhis itu menandatangani dokumen kesepakatan bersama warga yang isinya menyatakan mereka semua ingin hidup secara terpisah dari golongan lain.

Apa yang dilakukan di Delta Irrawaddy itu telah menjadi model yang juga diikuti oleh beberapa desa lain di seluruh negeri itu, seperti dilaporkan The Guardian.

Minoritas Muslim Rohingya sebenarnya telah menjadi sasaran diskriminasi di negeri itu.

Setelah lebih dari lima dekade dikuasai pemerintahan militer, Myanmar telah memasuki era baru yang dipimpin sipil sejak Presiden Htin Kyaw dilantik 30 Maret 2016.

Sebagai penasihat utama negara, Aung San Suu Kyi bertanggung jawab, meskipun lembaga-lembaga utama tetap berada di bawah kendali militer.

Reuters/Soe Zeya Tun Kaum nasionalis Myanmar berunjuk rasa menolak etnis minoritas Rohingya.

Namun, Suu Kyi, belum lama ini telah menginstruksikan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Yangon untuk tidak menggunakan nama "Rohingya" untuk mintoritas Muslim di Negara Bagian Rakhine.

Menurut media Inggris ini, sebenarnya para biarawan Buddhis menerima kaum minoritas Muslim dengna baik.

Namun, ada komunitas Buddhis yang ekstrem menolak kehadiran golongan lain.

Ekstremisme tersebut bukan gerakan umum di Myanmar, tetapi benih yang ditumbuh di beberapa wilayah dapat menjadi subur jika pemerintah tak mampu menanganinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com