Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/05/2016, 11:12 WIB

CANBERRA, KOMPAS.com - Meskipun Indonesia merupakan tetangga terdekat Australia, namun data menunjukkan minat pelajar Australia untuk mempelajari Bahasa Indonesia sangat rendah.

Seorang pakar memperkirakan kajian mengenai Indonesia kemungkinan akan sama sekali dihapuskan dari perguruan tinggi di Australia dalam kurun waktu satu dekade mendatang.
 
Terbitnya peringatan bepergian atau travel warning ke Indonesia oleh pemerintah Australia pasca-tragedi Bom Bali telah membuat banyak sekolah di Australia enggan mengirimkan pelajar mereka ke Indonesia.
 
Diturunkannya level peringatan bepergian atau travel warning ke Indonesia pada tahun 2012, diharapkan dapat memperbaiki kondisi ini. Namun tampaknya hal ini tak terlalu mempengaruhi minat pelajar Australia untuk mempelajari Indonesia.
 
Profesor Tim Lindsey, seorang pakar hukum Indonesia di Universitas Melbourne yang fasih berbahasa Indonesia mengatakan, travel warning menjadi salah satu penyebab utama kejatuhan kajian mengenai Indonesia di lembaga-lembaga pendidikan Australia.
 
"Jadi, kondisi semacam inilah yang menyebabkan terjadinya kejatuhan yang besar dari pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah, dan secara alami juga hal itu berlangsung di perguruan tinggi kita," tambah dia.
 
Linda Keat, seorang guru Bahasa Indonesia di Sekolah Tinggi Mullumbimby di negara bagian New South Wales mengatakan, murid-muridnya adalah termasuk siswa pertama di Australia yang kembali mempelajari Bahasa Indonesia begitu pemerintah menurunkan status travel warning tersebut.
 
Dia mengatakan sekolahnya berencana mengirim sekelompok siswa ke Indonesia tahun ini.
 
"Saat ini sulit sekali mempertahankan program Belajar Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah, karena larangan bepergian itu, jadi kami memang mengalami kesulitan,' katanya.
 
Profesor Lindsey mengatakan, dia sangat kecewa melihat sedikit sekali pelajar Australia yang mempelajari Bahasa Indonesia sekarang ini dibandingkan pada dekade 1970-an.

"Ada semacam ironi yang aneh di saat Indonesia semakin membuka diri dan lebih demokratis pasca-kejatuhan Soeharto, namun jumlah pelajar Australia yang berminat mempelajari Indonesia justru malah menurun," ujarnya.
 
"Dan faktanya, lebih banyak siswa kelas 12 yang mempelajari Bahasa Indonesia di seluruh Australia pada 1970-an ketimbang sekarang," lanjut Lindsey.
 
Profesor Lindsey mengatakan jika kondisi ini terus menurun, Bahasa Indonesia tidak akan menjadi pilihan lagi di berbagai universitas Australia dalam beberapa dekade mendatang.
 
"Jadi kita melihat jumlah sekolah yang mengajarkan Bahasa Indonesia turun secara dramatis dalam kurun waktu 15 tahun dan tren ini juga berlangsung di perguruan tinggi meski dengan tingkat yang sedikit lambat," katanya.
 
"Dan cukup banyak universitas di Australia yang telah menutup mata kuliah Bahasa Indonesia dan saat ini Jerman lebih banyak memiliki universitas yang mengajarkan Bahasa Indonesia ketimbang Australia," kata dia.

Padahal, kata Lindsey, sebagai satu-satunya negara bertradisi Barat di Asia, sangat ironis jika Australia menempati urutan terendah di antara semua negara anggota OECD dalam urusan menguasai bahasa kedua.
 
"Dan jika kecenderungan ini terus berlanjut kemungkinan kita akan berakhir dengan sedikit sekali pengajaran bahasa Asia kecuali hanya bagi anak-anak dari latar belakang Asia atau memiliki konteks Asia," papar Lindsey.
 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com