Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yophiandi Kurniawan
wartawan

Wartawan Kompas TV yang tertarik di bidang politik, hukum, keamanan, kebijakan publik dan masalah internasional. Saat ini sebagai produser untuk program buletin.

Suatu Malam, di Tengah Perayaan Bangsa Yahudi

Kompas.com - 02/05/2016, 18:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Temaram lampu di ruang ballroom sebuah hotel di kawasan Jakarta Barat membuat suasana makan malam Jumat pekan lalu, lebih hangat. Sekitar tiga puluh orang berpakaian hitam-hitam duduk menghadap meja makan dengan bentuk empat persegi panjang.

Acara makan malam Paskah Jumat pekan lalu itu dimulai dengan kotbah Rabbi Tovia Singer. Selama hampir lima jam, dengan menggunakan gerak tubuh, Rabbi menjelaskan pada sebagian besar umat yang hadir apa arti Paskah bagi umat Yahudi.

“Kita sudah penuh dosa. Bila sudah sampai tingkat kelima puluh, kita sudah tak ada harapan untuk dibebaskan,” kata Rabbi Singer.

Jumat pekan lalu, adalah malam Paskah hari kedua sekaligus malam Sabat yang dirayakan dengan makan malam. Ini adalah Seder Pesakh, makan malam Paskah yang jadi perayaan kala pembebasan bangsa Yahudi dilakukan Tuhan dari penjajahan di Mesir.

Makan malam terakhir sebelum bangsa Israel keluar dari Mesir dipimpin Musa adalah makan malam yang dirayakan bangsa Yahudi pada tanggal 15 bulan Nissan menurut kalender Yahudi. Jumat pekan lalu adalah 15 Nissan 5776.

Selama 400 tahun bangsa Yahudi meniru kebiasaan bangsa Mesir saat itu untuk menyembah berhala sehingga jatuh ke dalam dosa.

“Sedekat ini lagi dosa kita, selesai lah kita,” kata Rabbi Singer sambil memberi jarak setengah sentimeter antara telunjuk dan jempolnya.

Makan malam yang digelar komunitas Eits Chaim berpandu sebuah buku yang dibagikan bagi tiap umat, namanya Haggadah, tata cara perayaan Paskah.

Buku itu memberi penjelasan setiap prosesi yang dijalankan, seperti soal minum yang dilakukan dengan menuangkan bagi orang lain di sebelahnya. “Karena kita malam ini ibarat raja. Dan raja tidak menuangkan sendiri minumannya,” kata Rabbi Singer.

Setiap umat akan menghabiskan hidangan sayuran, daging dan telur, selain empat gelas minuman yang berbeda.

Makan malam dengan telur adalah lambang bahwa penderitaan yang dialami bangsa Yahudi justru membuat bangsa Yahudi semakin kuat.

“Seperti telur, di dalamnya keras, kuat,” kata Rabbi asal Amerika Serikat ini.

Sedangkan sayuran pahit yang dicelupkan ke dalam air asin adalah lambang kepahitan selama dijajah bangsa Mesir dan air asin sebagai air mata kesengsaraan sebagai budak.

Semua perayaan diberikan dalam dua bahasa, Inggris dengan diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh seorang pria pelaksana acara makan malam.

Komunitas Eits Chaim bukanlah komunitas yang secara organisasi berada dalam naungan Kehilat Yehidum Torat Chaim, yang terdaftar dalam Sinode Am. Dan Sinode Am, masih berada dalam pengawasan Dirjen Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com