Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1 dari 6 PRT di Hongkong Korban Kerja Paksa dan Perdagangan Manusia

Kompas.com - 16/03/2016, 12:48 WIB

HONGKONG, KOMPAS.com — Satu dari enam pekerja migran di Hongkong adalah korban kerja paksa dan perdagangan manusia. Sekitar 80 persen dari 336.600 pekerja rumah tanggan (PRT) dieksploitasi.

Survei yang dilakukan oleh Justice Centre Hongkong, seperti dirilis oleh Reuters, Selasa (15/3/2016), menunjukkan hasil bahwa PRT sangat dieksploitasi. Mereka diharuskan untuk bekerja selama 20 jam setiap hari.

Penelitian terbaru oleh Justice Centre menunjukkan hasil bahwa para PRT rata-rata bekerja lebih dari 70 jam seminggu. Hanya sebagian kecil dari mereka menerima gaji layak di atas upah minimum bulanan, yaitu sekitar 4.210 dollar Hongkong atau 543 dollar AS.

Kelompok pegiat HAM itu menyurvei lebih dari 1.000 PRT dari delapan negara. Mereka fokus menanyakan tata perekrutan, pembayaran upah, kondisi kerja mereka, dan kesehatan.

Laporan Justice Centre terbaru bertajuk "Coming Clean" itu menunjukkan, lebih dari 50.000 PRT migran diperkirakan bekerja dalam kondisi kerja paksa. Sekitar 14 persen di antaranya mungkin menjadi korban perdagangan manusia.

Sepertiga dari jumlah rumah tangga yang memiliki anak di Hongkong mempekerjakan PRT. Mereka umumnya mempekerjakan PRT asal Filipina dan Indonesia.

Kelompok pegiat hak asasi manusia yang berbasis di Hongkong itu menyerukan perlindungan yang lebih kuat terhadap para pekerja migran, terutama PRT di daerah perkotaan Hongkong.

Justice Centre meminta otoritas di Hongkong untuk bersih dan berbenah agar tidak ada lagi bentuk-bentuk eksploitasi terhadap pekerja migran. "Pemerintah tidak boleh lagi menyembunyikan masalah ini di bawah karpet," kata kelompok pegiat ini dalam sebuah laporannya.

Perlakuan yang dihadapi oleh PRT di Hongkong telah menjadi berita utama media internasional tahun lalu. Hal ini terutama setelah seorang ibu yang merupakan majikan di Hongkong dijatuhi hukuman penjara selama enam tahun karena berulang kali melecehkan dan menyerang pembantunya.

Selain itu, sepasang suami istri juga dipenjara pada tahun 2013 karena menyiksa pembantu mereka.  Keduanya mengikat korban di kursi lalu pergi berlibur.

Justice Centre melaporkan, otoritas Hongkong sering memperlakukan kasus seperti ini sebagai peristiwa terisolasi. Para pegiat yakin, eksploitasi para PRT itu terjadi secara luas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com