Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pelarian Keluarga Yahudi Terakhir di Aleppo ke Israel

Kompas.com - 25/11/2015, 09:43 WIB
KOMPAS.com — Ketukan di pintu pada tengah malam dan perjalanan berbahaya melalui wilayah yang dikuasai militan Al Qaeda mengakhiri 3.000 tahun sejarah bangsa Yahudi di Suriah utara.

Keluarga Yahudi terakhir di kota Aleppo dibawa melintasi perbatasan ke tempat aman di Turki bulan lalu dengan bantuan seorang pengusaha Amerika-Israel dan para pemberontak berhaluan moderat, Free Syrian Army (FSA).

Mariam Halabi, 88 tahun, dan dua putrinya, yaitu Gilda dan Sarah, keduanya berusia 50-an tahun, bisa bertahan selama lebih dari empat tahun dalam perang saudara di Suriah. Mereka menjalani kehidupan rahasia, sementara kota mereka diperebutkan oleh rezim Bashar al-Assad dan pemberontak militan.

Keluarga itu tinggal di rumah mereka meskipun air dan listrik menjadi barang langka. Mereka tetap mengikuti ajaran Yudaisme bahkan saat makanan halal (kosher) tidak tersedia.

Namun, putra Mariam, yaitu Yoni, yang tinggal di New York, semakin khawatir dengan keselamatan keluarganya. Yoni akhirnya menghubungi seorang rabi di
di New York yang mungkin bisa membantu.

Rabi tersebut pernah mendengar tentang kerja kemanusiaan yang sedang dilakukan Moti Kahana, seorang pengusaha Yahudi. Kahana mendukung para pemberontak Suriah. Setelah berbicara dengan para penghubungnya di Suriah, Kahana membahas rencana untuk mengeluarkan keluarga itu dari Suriah.

Pada malam tanggal 13 Oktober, seorang warga Suriah dikirim Kahana untuk mengetuk pintu rumah keluarga Halabi. Orang itu mengatakan kepada mereka bahwa ia dikirim Yoni dan bahwa inilah "saatnya untuk pergi".

Dengan memakai kerudung demi menyamarkan diri mereka sebagai Muslim, keluarga itu, termasuk suami Gilda yang seorang Suriah Muslim, yaitu Khalid, dan tiga anak remaja Khalid dari pernikahan sebelumnya, membawa apa yang bisa mereka bawa dan dimasukkan ke sebuah minibus menuju perbatasan Turki.

Mereka menempuh perjalanan selama 12 jam. Dalam perjalanan, mereka melalui beberapa pos pemeriksaan pemberontak. Pada satu titik, Kahana mengatakan, keluarga itu harus melalui sebuah pos pemeriksaan yang dijaga kelompok afiliasi Al Qaeda, Jabhat al-Nusra.

Setelah masuk Turki, keluarga itu berlindung di rumah Selma, seorang perempuan Suriah Palestina. Selma menawarkan mereka tempat aman untuk bermalam sebelum bisa melanjutkan perjalanan ke Istanbul.

Selma, 43 tahun, juga seorang pengungsi akibat ulah rezim Assad. Ia juga takut akan pembalasan karena membantu keluarga itu.

Ia mengatakan, mereka terguncang dan emosional ketika sudah tiba di Antakya di Turki selatan.

"Mereka takut dan tertekan. Perempuan itu sangat tua dan sakit," kata Selma. "Namun, mereka sangat berterima kasih. Mereka senang bisa pergi, tetapi takut. Tidak masalah bagi saya bahwa mereka adalah orang Yahudi dan saya Palestina, saya akan membantu. Kita semua keluarga."

Keluarga tersebut berharap untuk bertemu dengan Yoni di New York. Mereka sudah berhasil melarikan diri ke tempat aman. Namun, kisah mereka tidak sepenuhnya berakhir bahagia.

Ketika mereka tiba di Istanbul, Kahana mengatakan kepada mereka bahwa visa ke Amerika akan sulit diperoleh dan akan lebih mudah untuk mengajukan permohonan visa right of return ke Israel, yang dikenal sebagai Aliyah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com