Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter Penolong Korban Bom Bali Ditolak Asuransi karena Idap Stres Pasca-trauma

Kompas.com - 05/11/2015, 08:14 WIB
KOMPAS.com — Seorang dokter di Australia, yang berjasa besar menolong korban bom Bali tahun 2002, kesulitan mendapatkan asuransi jiwa dan ditolak mendapatkan asuransi jaminan pendapatan karena mengalami stres pasca-trauma atau dikenal dengan sebutan PTSD setelah tragedi tersebut.

Dokter Bill McNeil tengah menikmati liburannya untuk berselancar di Bali pada 2002 dan menjadi salah satu staf medis pertama yang tiba di lokasi kejadian setelah bom yang dirakit Amrozi Cs meledak di Sari Club, Kuta, Bali.
 
"Saya sebenarnya ketika itu memang sedang dalam perjalanan menuju Sari Club dan saya datang terlambat untuk menemui teman di sana ketika pengeboman itu terjadi," tutur dr McNeil dalam acara 7.30 TV ABC.
 
Pelatihan menghadapi kegawatdaruratan medis yang dimilikinya membuat dr McNeil langsung menyeruak ke lokasi ledakan untuk melihat apa yang bisa dia lakukan guna membantu korban.
 
"Keadaannya sangat parah. Ada ratusan jika bukan ribuan orang yang lalu lalang panik ketika itu. Mereka semua berlumuran darah, kaca, runtuhan bangunan, dan juga api."
 
Dokter McNeil bekerja sepanjang malam di rumah sakit, menyelamatkan orang-orang yang bisa dibantunya.
 
"Kami mampu untuk mendapatkan cairan infus dan morfin untuk korban ledakan," katanya.
 
"Kami berhasil menjalankan sistem untuk bisa menjaga korban tetap bertahan hidup sampai datang bantuan medis," katanya.
 
Namun, ketika kembali ke Australia, dr McNeil mulai menderita gangguan mental.
 
"Saya terus-menerus melihat gambar-gambar di dalam pikiran saya yang mereka sebut sebagai flashbacks, dan itu sangat mengganggu saya," katanya.
 
"Misalnya, saya terus-menerus mendapatkan gambar memegang seorang gadis asal Jerman yang isi perutnya terburai di tangan saya dan saya harus mengatakan kepadanya kalau dia akan meninggal dan karenanya dia perlu bersiap untuk meninggal."
 
"Dia masih berusia 24 tahun, sendirian, dan dia tidak kenal siapa pun di sana. Ada juga seorang yang berusaha diselamatkan dari amukan api di lokasi ledakan bom dan saya kira dia akan mati. Saya langsung menariknya dan ternyata kepalanya sudah tidak ada," ujarnya.
 
"Banyak sekali hal yang mengerikan terjadi, terlalu banyak korban dan penderitaan," kata McNeil.
 
Setelah enam bulan mengalami PTSD, dr McNeil memutuskan berhenti dari pekerjaannya dan berusaha mendapatkan bantuan profesional. Dengan mengikuti terapi ini, kondisinya mulai membaik.
 
"Ini sungguh luar bisa, bagaimana kita bisa pulih dari hal-hal semacam ini," katanya.
 
Perlahan-lahan, dokter muda ini membangun kembali hidupnya. Dia menikah dengan istrinya, Jada, dan kemudian memiliki tiga anak.
 
Kini, dia mendapatkan pekerjaan rutin di pusat kesehatan lokal di Forster, New South Wales.
 
"Saya memilik tiga anak yang cantik dan seorang istri yang sangat baik dan karier yang mulai menanjak," katanya.
 
Dengan harapan besar pada masa depan dan memiliki keluarga yang menurut dia perlu diberikan perlindungan, dr McNeil memutuskan untuk mengikuti asuransi jiwa dan asuransi perlindungan pendapatan.
 
"Namun, pihak asuransi menolak saya. Mereka mengatakan tidak bisa menjamin proteksi saya karena saya mengidap PTSD," ujarnya.
 
"Saya tidak pernah mempermasalahkan apa pun yang menimpa saya karena keterlibatan saya dalam peristiwa yang membuat saya terkena PTSD. Saya akan dengan senang hati mundur, tetapi ini demi anak-anak saya. Saya tidak tahu harus berkata apa," katanya.
 
Akhirnya, dr McNeil berhasil mendapatkan asuransi jiwa, tetapi dengan syarat tertentu.
 
"Saya harus menunggu dua tahun tanpa ada perubahan dalam kondisi kesehatan saya. Jadi, saya tidak boleh menemui psikiater, tidak boleh mengganti pengobatan, tidak melakukan terapi apa pun. Jadi, selama dua tahun ini, saya harus memastikan kondisi saya benar-benar stabil," katanya.
 
Di luar persyaratan itu, pengalamannya dalam peristiwa bom Bali juga telah membuatnya harus  membayar premi asuransi tiga kali lipat dari premi asuransi standar.
 
Pengajuan asuransi proteksi pendapatannya juga ditolak.
 
Menanggapi perlakuan yang dialami McNeil, CEO Kesehatan Mental Australia, Frank Quinlan, menyebut perlakuan yang dialami McNeil sungguh keterlaluan.
 
"Para pengidap kasus gangguan kesehatan mental tidak ada bedanya dengan pasien yang sembuh dari penyakit lain. Jadi, saya pikir dengan membuat pengecualian seumur hidup seperti ini perusahaan asuransi benar-benar bertindak sebagai hakim, juri, dan algojo bagi hampir setengah dari populasi Australia yang menderita gangguan kesehatan mental," kata Quinlan.
 
Namun, CEO Asosiasi Broker Asuransi, Dallas Booth, mengatakan, perusahaan asuransi biasa melakukan pengecualian untuk tidak mencakup layanan asuransi mereka untuk penyakit mental, tidak seperti luka fisik.
 
"Dalam kesehatan mental, pertimbangannya jauh lebih sulit, penilaian bisa sangat subyektif," kata Booth. "Jika sulit untuk menilai risiko, jika sulit untuk diukur harga risikonya, biasanya perusahaan asuransi akan menolak menjamin area itu," kata Booth.
 
Itulah sedikit penghiburan bagi dr McNeil.
 
Ia percaya bahwa sikap perusahaan asuransi itu merupakan langkah mundur, mengingatkan tingkat kemajuan yang telah dibuat belakangan ini dalam mengurangi stigma penyakit mental.
 
"Kita hidup di masyarakat dengan sepertiga dari populasi tidak dapat memiliki masa depan atau tidak dapat memastikan masa depan mereka.  Jika sesuatu terjadi, Anda akan kehilangan banyak sekali dan ini tidak adil," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com