Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Imam Samudera Tewas dalam Pertempuran di Suriah

Kompas.com - 22/10/2015, 18:58 WIB
KOMPAS.com — Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones kepada VOA memastikan bahwa Umar Jundulhaq (19), putra pelaku bom bunuh diri di Bali, Imam Samudera, tewas dalam sebuah pertempuran di kota Deir ez-Zur, Suriah, pada 14 Oktober lalu.

Sidney menyatakan, (Umar) tewas dalam pertempuran di sekitar Bandara Deir ez-Zur di Suriah. "Saya bisa memastikan dia yang tewas. Saya sudah lihat foto mayatnya," ujarnya.

Umar, menurut Sidney Jones, adalah satu dari 50 warga negara Indonesia yang tewas dalam pertempuan di Suriah sejak Maret lalu, baik dengan pasukan Kurdi maupun dengan pasukan Presiden Suriah Bashar Al Assad.

Selain itu, ada juga yang tewas akibat pengeboman udara yang dilakukan pasukan koalisi, tetapi jumlahnya tidak banyak. Ada pula lima orang yang tewas karena menjadi pelaku bom bunuh diri.

Saat ini, lanjut Sidney, masih ada sekitar 300-an warga negara Indonesia yang pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS, tetapi 40 persen di antaranya perempuan dan anak-anak. Mereka ikut dengan suami mereka.

Mereka yang pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS mayoritas mempunyai hubungan atau memiliki afiliasi dengan organisasi radikal yang ada di Indonesia. Namun, ada juga warga negara Indonesia yang sebelumnya tidak memiliki afiliasi apa pun dengan kelompok radikal ketika mereka direkrut.

Mereka, tambah Sidney, biasanya direkrut melalui hubungan langsung, pengajian, dan tidak melalui internet.

Tim ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Wawan Purwanto, membenarkan Umar Jundulhaq, anak pelaku bom bunuh diri di Bali, Imam Samudera, tewas di Suriah.

"Rata-rata dimakamkan di sana, tidak dibawa ke sini karena kepergiannya sendiri dianggap menyalahi dari perundang-undangan, kewarganegaraan dalam negeri, jadi tidak dipulangkan. Sampai saat ini, tidak ada yang meninggal di Suriah dibawa pulang ke Indonesia. Itu tidak ada. Semua dimakamkan di sana," ujarnya.

Direktur IPAC Sidney Jones mengakui bahwa sebenarnya jaringan-jaringan teroris di Indonesia telah lemah. Meski demikian, tambah dia, semua pihak tetap harus waspada karena apabila ada yang pulang dari Suriah, mereka memiliki kredibilitas dan keterampilan yang tinggi, seperti mahir menggunakan senjata dan berperang.

Berdasarkan informasi yang dimilikinya, sudah ada tujuh orang warga negara Indonesia yang bergabung dengan ISIS dan kembali ke Indonesia. Untuk itu, Sidney menyarankan agar aparat penegak hukum ataupun pemerintah melakukan pendekatan yang baik terhadap mereka.

Sidney juga berharap program deradikalisasi yang dilakukan pemerintah dapat lebih ditingkatkan lagi, seperti program untuk narapidana kasus teroris. Program ini, tambah dia, bisa diperkuat lagi agar penjara tidak dijadikan oleh teroris sebagai tempat yang subur untuk melakukan perekrutan.

"Pasti ada satu atau dua yang mau melakukan jihad di Indonesia, tetapi paling sedikit kalau didekati oleh aparat keamanan di sini. Mereka bisa membedakan antara orang kecewa dan mungkin ingin kerja sama dengan pemerintah untuk mencegah orang lain berangkat dan orang-orang yang betul masih mempunyai niat yang kurang baik. Kalau orang terakhir seperti itu saya kira harus dipantau saja," katanya.

BNPT menyatakan, dari 1.030 orang yang ditangkap dan ditahan karena kasus terorisme, masih ada 25 orang yang dinilai radikal, antara lain Abu Bakar Baasyir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com