Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaum Perempuan Tak Merasa Aman di Kamp Pengungsi di Jerman

Kompas.com - 30/09/2015, 11:29 WIB
KOMPAS.com - Marija tinggal di kamar berukuran 10 meter persegi bersama lima perempuan lain. Kamar itu punya enam tempat tidur, sebuah meja kecil dan lemari. Tidak seorang pun punya ruang yang cukup.

"Saya duduk di sampingnya di tempat tidurnya, di mana semua barang miliknya yang tersebar. Barang-barangnya tidak banyak," tulis Sophia Maeir dalam laporannya untuk Huffington Post Jerman akhir pekan lalu. Marija mengatakan, dirinya hanya membawa sebuah koper kecil.

Dia tiba di Jerman dari Serbia dua bulan lalu, bersama suaminya, Predrag, dan dua anak mereka. Perhentian pertama mereka adalah sebuah pangkalan udara di Kruppstrasse, Berlin, sebuah ruang tertutup yang menampung sekitar 300 pengungsi.

Itu merupakan tempat penampungan darurat bagi para pengungsi, dan keluarga Marija hanya boleh menghabiskan waktu tiga malam di sana. Para pengungsi itu diharuskan untuk dikirim ke Kantor Negara untuk Urusan Kesehatan dan Sosial, yang dikenal sebagai LaGeSo, setelah masa tinggal yang singkat. Namun sejauh ini, itulah tempat perhentian keluarga itu di Jerman.

"Ada sekitar 50 sampai 60 pengungsi yang telah terjebak di aula ini selama sekitar dua bulan," kata direktur fasilitas itu, Mathais Hamann, kepada HuffPost Jerman.

Marija ketakutan setiap hari, terutama pada malam hari. Dia tidak takut dicap sebagai seorang "pengungsi karena alasan ekonomi" dan bakal dideportasi. Yang membuat dia takut dalah "para pria asing" yang berkeliaran di dalam gedung itu.

"Saya hampir tidak tidur pada malam hari," katanya. "Sejumlah pria asing berdatangan dan menatap saya." Dia tidak pernah menggunakan piyamanya. Dia tidur dengan mengenakan pakaian biasa. Hal itu membuatnya merasa lebih aman.

Pengalaman itu tidak hanya dialami perempuan berusia 24 tahun tersebut. Para pengungsi perempuan telah melaporkan kasus kekerasan fisik, rasisme, pelecehan verbal dan kekerasan seksual di tempat penampungan mereka.

Kondisi serupa terjadi di Giessen, kota di negara bagian Hesse, Jerman. Ada laporan tentang pemerkosaan dan prostitusi paksa di sana. Demikian menurut sebuah surat yang dikirim sejumlah organisasi bantuan kepada politisi perempuan di parlemen Hessian.

"Sejumlah perempuan melaporkan bahwa mereka, serta anak-anak, telah diperkosa atau diserang secara seksual," bunyi surat itu. "Begitu banyak perempuan tidur dalam  pakaian biasa mereka. Banyak perempuan melaporkan bahwa mereka tidak akan pergi ke kamar kecil pada malam hari karena banyaknya laporan tentang penyerangan dan pemerkosaan di, dalam perjalanan ke, fasilitas tersebut. Bahkan pada siang hari, berjalan melintasi kamp merupakan situasi yang menakutkan bagi banyak perempuan."

"Kami punya banyak laporan yang dapat percaya tentang kekerasan dan pelecehan seksual, laporan itu datang dari korban serta layanan konseling dan badan-badan bantuan," kata Barbara Helfrich, petugas pers di JOINT Hessen, sebuah organisasi kesejahteraan Jerman. Data statistik yang akurat tentang jumlah kasus kekerasan seksual di kamp-kamp pengungsi itu belum ada.

Marija mengatakan, dirinya telah mendengar tentang beberapa kasus di fasilitasnya, tetapi dia tidak tahu apa pun rincian kasus-kasus itu. "Dan saya tidak ingin tahu lebih banyak karena hal itu akan membuat saya jadi tambah ketakutan,"  katanya.

Hamann menyadari bahwa kaum perempuan di fasilitas itu tidak merasa aman. "Kami menempatkan sejumlah personel keamanan dan pekerja sosial di dekatnya karena alasan itu," katanya. "Mereka mengawasi demi memastikan tidak ada yang terjadi."

Namun Marija tidak merasa aman. Itu sebabnya dia menempatkan dua kursi di depan tirai. Jika ada orang yang memasuki ruangan itu, setidaknya dia akan mendapat peringatan.

"Beberapa malam lalu saya terbangun, dan saya mendengar suara kursi bergeser di lantai," katanya. "Seorang pria asing menggeser kursi-kursi itu dan berdiri di sana di kamar saya. Saya sangat ketakutan."

Aturan di fasilitas itu menyatakan bahwa para pria dan perempuan tidur secara terpisah. Aturan itu membuat Predrag tidak bisa selalu berada di sekitar lingkungan itu untuk mengawasi istrinya.

"Dia tidak diizinkan tinggal bersama kami," kata Marija. "Tetapi dia menyelinap pada malam hari untuk menjaga kami."

Maier menutup laporannya dengan menulis bahwa sebelumnya dirinya bangkit berdiri untuk pamit pulang, Marija meraih tangan saya dan bertanya, "Bagaimana Anda bisa tinggal di sini sebagai seorang perempuan dan merasa aman?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com