Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saya Inginkan Wanita Yazidi Bermata Biru dan Berkulit Putih"

Kompas.com - 02/09/2015, 14:13 WIB
PARIS, KOMPAS.com — Diculik, dipukuli, dijual, dan diperkosa. Itulah yang dialami para perempuan yang jadi tawanan kelompok militan ISIS di Irak dan Suriah.

Kelompok militan itu mengelola sebuah pasar internasional di Irak dengan sejumlah perempuan Kristen dan Yazidi dijual sebagai budak seksual. Demikian kata seorang remaja yang berhasil melarikan diri dari tempat itu kepada kantor berita AFP, Selasa (1/9/2015).

Remaja bernama Jinan (18 tahun) itu seorang Yazidi. Ia ditangkap pada awal tahun 2014 dan ditawan militan ISIS selama tiga bulan sebelum kemudian berhasil melarikan diri. Ia mengatakan hal itu dalam sebuah kunjungan ke Paris menjelang publikasi bukunya pada Jumat mendatang. Buku itu berisi kisah penderitaan yang dialaminya.

Ia ditawan saat milisi ISIS menyerbu wilayah utara Irak yang dihuni kaum minoritas Yazidi. Jinan dipindahkan beberapa kali ke sejumlah lokasi sebelum dibeli oleh dua orang pria, seorang mantan polisi dan seorang imam.

Ia menjelaskan kepada AFP bagaimana dirinya dan para tahanan Yazidi lainnya dikurung di sebuah rumah. "Mereka menyiksa kami, mencoba untuk memaksa kami pindah keyakinan. Jika kami menolak, kami dipukuli, dirantai di luar ruangan di bawah sinar matahari, dipaksa minum air yang ada tikus mati di dalamnya. Kadang-kadang mereka mengancam akan menyiksa kami dengan listrik," katanya.

"Orang-orang itu bukan manusia. Mereka hanya memikirkan kematian, pembunuhan. Mereka selalu menggunakan obat-obatan. Mereka ingin balas dendam terhadap semua orang. Mereka mengatakan bahwa suatu saat ISIS akan menguasai seluruh dunia."

Dalam buku itu, Jinan menjelaskan bagaimana suatu ketika di Mosul, dia dibawa ke "ruang resepsi besar dengan kolom-kolom (tiang-tiang) yang besar pula... puluhan perempuan berkumpul di sana. Para milisi berkeliling di antara kami, tertawa dengan suara parau, mencubit pantat kami," tulisnya dalam buku berjudul Daesh's Slave, yang merupakan singkatan bahasa Arab untuk nama kelompok militan tersebut.

Ia mengatakan, seorang milisi mengeluh dengan mengatakan, "Yang itu punya payudara yang besar. Namun, saya menginginkan seorang Yazidi bermata biru dan kulit yang putih. Yang rupanya paling cantik. Saya berani membayar harganya."

Selama di tempat yang semacam "pasar budak" itu dia tidak hanya melihat orang Irak dan Suriah, tetapi juga sejumlah orang Barat yang kewarganegaraannya tidak ia ketahui.

Gadis-gadis yang paling cantik disediakan untuk para bos atau para klien kaya dari negara-negara Teluk. Setelah dirinya dijual, hari-hari Jinan diselingi oleh kunjungan sejumlah pria ke rumah di mana dia dipenjarakan bersama para perempuan lain.

Pistol ditukar dengan perempuan berambut coklat

Para milisi datang untuk melakukan pembelian di tempat semacam alun-alun. Para pedagang bertindak sebagai perantara antara para pemilik budak dan para emir yang memeriksa "ternak", tulis Jinan dalam buku itu, yang ditulis dengan bantuan wartawan Perancis Thierry Oberle.

"Saya akan menukar pistol Beretta Anda dengan yang berambut coklat itu," kata salah seorang  pedagang. "Jika Anda lebih memilih untuk membayar kontan, itu seharga 150 dollar AS (atau sekitar Rp 2,1 juta). Anda juga dapat membayar dalam mata uang dinar Irak."

Dua majikan Jinan menyakini dia tidak bisa berbicara bahasa Arab. Maka dari itu, mereka pun berbicara leluasa di depannya dan pada satu malam ia mendengar percakapan yang mengungkapkan sejauh mana perdagangan budak itu dijalankan seperti bisnis.

"Seorang pria tidak boleh membeli lebih dari tiga perempuan, kecuali orang itu dari Suriah, Turki, atau salah negara Teluk," kata salah seorang dari mereka yang bernama Abou Omar.

"Itu baik untuk bisnis," jawab yang lain, Abou Anas. "Seorang pembeli Saudi menanggung biaya transportasi dan makanan sementara anggota ISIS tidak (menanggung biaya itu). Dia punya kuota lebih tinggi agar pembeliannya menguntungkan. Itu merupakan kesepakatan yang baik. ISIS menaikkan keuntungannya demi mendukung para mujahidin dan para saudara asing kita pun puas."

Setelah berhasil melarikan diri dengan menggunakan satu set kunci curian, Jinan kembali ke suaminya dan sekarang tinggal di sebuah kamp pengungsi Yazidi di Kurdistan Irak.

"Jika kami kembali ke rumah, akan ada genosida lagi terhadap kami. Satu-satunya solusi adalah kami memiliki suatu wilayah buat diri kami sendiri, (yang berada) di bawah perlindungan internasional," katanya kepada AFP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com