Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelisik Dalang dan Motif Serangan Bom Bangkok

Kompas.com - 21/08/2015, 09:48 WIB

BANGKOK, KOMPAS.com - Sudah hampir sepekan sejak serangan bom maut terjadi di dekat Kuil Erawan, Bangkok namun hingga kini pelaku dan motif penyerangan belum diketahui.

Pemerintah junta militer Thailand masih yakin bahwa serangan bom itu tak terkait dengan kelompok teroris internsional. Namun, sejumlah analis memiliki pendapat yang berbeda.

"Nampaknya pemerintah sedang memberikan sebuah pernyataan tertentu terkait peristiwa yang baru terjadi," kata Matthew Wheeler, dari International Crisis Group (ICG) yang berbasis di Bangkok.

Sejak hari pertama ledakan terjadi, para pejabat pemerintah Thailand secara konsisten memberikan dugaan bahwa tragedi itu terkait dengan gejolak politik dalam negeri.

Bahkan PM Prayut Chan-O-Cha malah langsung menduga kelompok Kaus Merah yang setia kepada keluarga Shinawatra memiliki keterkaitan dengan serangan bom tersebut.

"Menariknya, apa yang dikatakan para pejabat itu sangat kontradiktif satu dengan lainnya. Mereka mengatakan tersangka berkaus kuning adalah orang asing dan pembalasan warga Uighur bisa menjadi motif. Semua bertentangan dengan pernyataan awal," tambah Wheeler.

Sedangkan analis lain mengatakan masih terlalu dini bagi pemerintah Thailand untuk memutuskan sebuah teori karena minimnya bukti yang ditemukan.

"Semua hipotesa yang dikemukakan memiliki lubang dan inkonsistensi yang bahkan tak bisa dijelaskan secara kredibel oleh para penyidik dan analis," kata Ambika Ahuja, analis risiko politik Asia Tenggara untuk lembaga konsultan Eurasia Group.

Meski Jenderal Prayut menduga kelompok anti-pemerintah memiliki kaitan dengan serangan itu, Ambika mengatakan waktu serangan itu sangat tidak tepat jika tujuannya adalah mendesak digelarnya pemilu lebih cepat.

"Serangan itu justru akan menjauhkan pemilu dan merusak peta jalan pemilihan umum," tambah Ambika.

Kecilnya kemungkinan para anggota gerakan Kaus Merah terlibat dalam serangan bom itu juga disampaikan seorang konsultan keamanan asal AS, Zachary Abuza.

Abuza mengatakan motif dalam negeri dalam tragedi itu "sangat mungkin" jika tujuannya untuk mendiskreditkan pemerintah junta militer karena dianggap tak mampu menjamin keamanan dan merusak perekonomian yang sudah rapuh.

Namun, dalam perjalanan konflik politik Thailand selama beberapa tahun terakhir, berbagai serangan yang dilakukan kelompok Kaus Merah terjadi dengan skala kecil, amatiran dan tak mengakibatkan korban jiwa dalam jumlah besar.

"Jika Anda ingin menolak junta, aksi ini bisa saja dilakukan. Namun, bisa saja aksi semacam ini malah menjadi kontraproduktif dan junta malah mendapatkan dukungan rakyan sehingga malah memperkuat kekuasaan mereka," ujar Abuza.

Sementara teori balas dendam warga Uighur, seperti yang diyakini polisi dan media China, Abuza mengatakan kemungkinan itu sangat rendah karena etnik Uighur tak memiliki jaringan cukup luas dan canggih untuk menggelar serangan semacam itu.

"(Etnis) Uighur memiliki alasan legal untuk menyerang junta militer. Dan memang sedang tumbuh radikalisasi di antara mreka. Namun, dengan menggelar serangan semacam itu mereka akan kehilangan simpati dunia internasional yang didapat selama ini," kata Abuza.

Satu hal berbeda lain dari serangan bom di Bangkok ini adalah belum adanya kelompok yang mengaku bertanggung jawab menjadi dalang penyerangan.  Menurut Ambika Ahuja pola serangan berlatar belakang politik tak selalu sama. Tak adanya pengakuan dari pelaku tidak berarti insiden tersebut tak berlatar politik.
Pemberontak Muslim

Sedangkan, Zachary Abuza menilai potensi terbesar pelaku pengeboman Bangkok adalah mereka yang terkait dengan kelompok pemberontak Muslim di Thailand Selatan.

Penilaian Abuza itu didukung Matthew Wheeler dari ICG yang mengatakan bukti-bukti yang menunjukkan pemberontak Muslim mulai memperluas daerah operasi mereka di luar empat provinsi wilayah selatan, semakin banyak.

Namun, bom yang meledak di dekat Kuil Erawan, yang adalah bom rakitan yang dibuat dari pipa dengan gotri di dalamnya, berbeda dengan bom rakitan yang biasa digunakan para pemberontak Muslim Thailand.

"Para pemberontak Muslim di Thailand memiliki kemampuan membuat bom rakitan  yang lebih canggih dengan daya bunuh yang lebih hebat," ujar Abuza.

"Junta militer berharap pelaku pengeboman ini bukan pemberontak Muslim, karena jika demikian maka pemerintah harus melakukan sesuatu," tambah Abuza.

"Terdapat rasa frustrasi terkait proses perdamaian dan kurangnya niat pemerintah, terutama sejak militer memperpanjang kekuasaan mereka hingga 2017. Mereka (pemberontak) tahun mereka harus memanaskan situasi agar junta militer mau bernegosiasi lebih serius," lanjut Abuza.

Sayangnya, ujar Abuza, jika pemberontak Muslim terbukti menjadi dalang serangan itu justru berisiko memicu kemarahan militer yang kemudian akan melakukan serangan besar-besaran.

"Akibatnya kelompok pemberontak akan kehilangnan dukungan internasional atau setidaknya simpati yang selama ini mereka dapatkan," papar Abuza.

Kemungkinan lain dalang serangan bom itu adalah para anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) atau para anggota militer yang tersisihkan dari lingkar pemerintahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com