Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menguak Pasar Gelap Organ Donor di China

Kompas.com - 13/08/2015, 08:41 WIB
BEIJING, KOMPAS.com — Memilih anak yang mana yang bisa selamat atau tidak adalah suatu keputusan sulit yang tak terbayangkan seorang ibu.

Namun, Lian Ronghua (51 tahun) harus menghadapi keputusan sulit itu awal tahun ini.

Kedua anaknya menderita uraemia, kondisi yang menyebabkan gagal ginjal. Namun, hanya salah satu dari mereka yang bisa menerima organ tubuh sang ibu. Ayah mereka menderita tekanan darah tinggi sehingga tak bisa menjadi donor.

Di apartemen sewaan kecil mereka, Lian kesusahan menceritakan kondisi saat itu.

"Saya tidak tahu kenapa dua anak laki-laki saya sakit," katanya kepada wartawan BBC, sambil menangis.

Akhirnya, anak tertua Lian, Li Haiqing (26 tahun), memutuskan adiknya, Haisong (24), yang akan menerima ginjal ibunya.

"Saya ingin memberi ginjal itu untuk adik saya karena dia lebih muda dan peluangnya pulih lebih besar," kata Haiqing. Dia harus berhenti kuliah kedokteran karena penyakitnya.

"Tentu saja saya berharap mendapat ginjal sebelum terlambat. Namun, jika tidak, saya harus terus melakukan cuci darah."

Namun, peluangnya untuk mendapat donor cukup kecil mengingat China mengalami kekurangan donor organ tubuh.

Selama bertahun-tahun, mereka mengambil organ tubuh terpidana mati demi memenuhi permintaan.

Setelah masyakarat internasional melancarkan protes, Beijing mengatakan akan mengakhiri praktik tersebut awal tahun ini meski pejabat mengakui sulit untuk memastikan semua orang mematuhinya.

Sebagai gantinya, China mendirikan bank donor nasional yang mendukung distribusi organ tubuh buat mereka yang paling membutuhkan dan paling cocok.

Stok bank itu, menurut Pemerintah China, didapat dari sumbangan masyarakat.

Pengamat mengatakan bahwa sistem tersebut rawan penyalahgunaan dan mereka yang memiliki koneksi bisa menerobos antrean.

Kesulitan terbesar pemerintah adalah mengajak masyarakat untuk menjadi donor organ tubuh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com