Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kota Bangkok Terancam Tenggelam

Kompas.com - 04/08/2015, 18:43 WIB

BANGKOK, KOMPAS.com — Bangkok mulai tenggelam. Tidak ada yang menyangkal hal ini. Namun, belum ada yang dapat memastikan berapa lama lagi daerah metropolitan ini, yang berpenduduk 10 juta orang, dapat tetap ditempati.

Dewan Reformasi Nasional (NRC) mendesak pemerintah membentuk komite nasional untuk merespons peringatan dari para ilmuwan bahwa Bangkok dapat secara permanen terendam air beberapa dekade mendatang.

Sejumlah tandanya sudah terlihat di pinggiran kanal Saen Saeb, yang dibangun pada akhir tahun 1930-an.

Keretakan di trotoar yang tidak rata dan dinding-dinding rumah, toko-toko dan sebuah masjid tampak mulai reyot, menjadi pertanda bagi nasib yang tidak terelakkan bagi daerah di pinggiran air ini yang turun dua sentimeter per tahunnya, dua kali lipat rata-rata menurunnya permukaan daratan di ibu kota ini. 

Siapa yang akan membantu kami?

"Saya tak tahu apa yang harus saya lakukan. Siapa yang akan membantu kami? Saya tidak tahu," ujar Vijitri Puangsiri (44).

Perempuan ini seumur hidup tinggal di rumah yang setiap tahun harus diperbaiki akibat surutnya permukaan tanah. Di depan rumahnya yang berusia lebih dari seabad, terdapat jalan di pinggir sungai untuk menarik kapal tempat dia mendirikan sebuah restoran kecil, yang juga berkali-kali perlu diperbaiki.

"Kalau Anda melihatnya dari kapal di kanal, Anda dapat melihat bagaimana ini semua mulai menjadi cekung. Bangunan-bangunan di sini menyusut karena tidak dibangun di atas fondasi yang kokoh," ujar Somsak Kongpeeng, seorang tetangga Vijitri, saat diwawancarai VOA.

Dengan nada bercanda, Somsak Kongpeeng mengatakan, jika VOA kembali menemuinya 20 tahun lagi, permukaan air sudah akan mencapai puncaknya.  Ini mungkin hanya sedikit berlebihan di kota dengan permukaan rata-rata dua meter dan struktur-strukturnya dibangun di atas tanah liat yang lunak.

Naiknya permukaan air laut, pemompaan air tanah yang berlebihan, dan pembangunan gedung-gedung tinggi menjadi penyebab utama turunnya permukaan tanah. Demikian menurut para pakar.

Namun, meledaknya pembangunan kontsruksi yang mendatangkan banyak keuntungan terus berlanjut seolah mengolok mereka yang memperingatkan mengenai ancaman ini.

Banjir rutin

"Jika kita berdiam diri, semua pihak akan rugi. Karena jika tanahnya sendiri menyusut, nilai tanah juga akan surut," menurut Sucharit Koontanakulvong, yang mengepalai Unit Riset Sistem Sumber Daya Air di Universitas Chulalongkorn.

Profesor Koontanakulvong dan anggota panel lainnya memperkirakan, bila tidak ada langkah yang diambil, banjir rutin akan melanda Bangkok mulai dua dekade lagi selama dua hingga tiga bulan, yang dapat menyebabkan perekonomian Bangkok terhenti. 

Ini pernah dialami pada musim hujan 2011. Saat itu, 13 juta orang terkena dampak banjir dan  lebih dari 800 orang tewas. Bencana itu, menurut Bank Dunia, mengakibatkan kerugian ekonomi sebesar 45 miliar dollar AS.

Pada kolom editorialnya baru-baru ini, harian The Bangkok Post mencatat, meskipun sudah pernah terjadi banjir besar dan peringatan-peringatan baru mengenai penyusutan permukaan tahan, ketidakpedulian terhadap ancaman ini masih sangat tinggi.

Surat kabar tersebut menyerukan ekspansi lebih lanjut di Bangkok, pengalihan investasi ke luar Bangkok, dan penghentian total pemompaan air tanah. 

Ada pula usulan untuk membangun dinding-dinding di pinggir laut yang akan menelan biaya miliaran dollar AS. Namun, jika dinding-dinding tersebut dibangun, pada akhirnya, penyusutan permukaan tanah dan meningkatnya permukaan laut akan dapat menenggelamkan kota yang dibangun di tanah rawa di pinggiran sungai ini.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com