Targetnya adalah mengumpulkan total 50 miliar euro atau setara Rp 733,68 triliun agar Uni Eropa dan Bank Sentral Eropa dapat menggelontorkan dana talangan yang ketiga.
Efisiensi
Dari awal, ketika dana talangan tahap pertama disetujui pada 2010, privatisasi sudah menjadi salah satu syarat utama agar uang bantuan bisa dikucurkan.
Ada dua alasan yang membuat pihak kreditur, yang terdiri dari Komisi Eropa, Bank Sentral Eropa dan IMF, tertarik memasukkan penjualan aset milik negara sebagai persyaratan. Salah satunya adalah meningkatkan efisiensi ekonomi.
IMF membahasakannya seperti ini dalam penilaiannya tentang program Yunani pada 2011: "Pemindahan aset (atau dalam bahasa lainnya, privatisasi) akan menciptakan basis baru untuk investasi dan pertumbuhan; bahkan badan usaha milik negara yang terlibat mewakili sekitar 15 persen total investasi Yunani dan 2-3 persen penambahan nilai, dan pemilik baru akan memiliki insentif untuk membuatnya semakin produktif."
Deja vu
Pertimbangan lain privatisasi adalah menambah jumlah uang untuk meringankan beban finansial sektor publik Yunani.
Jika Anda merasa pernah mendengar angka 50 miliar euro sebelumnya, Anda benar. Pada 2011, angka ini adalah target pemasukan privatisasi, angka yang seharusnya dicapai pada 2015.
Tapi target ini tidak akan tercapai. Bahkan pada 2011 saja, IMF sudah menyebut jumlah ini terlalu ambisius.
Baru-baru ini (sekitar setahun lalu saat IMF menyelesaikan laporan program Yunani) penilaiannya adalah, "pencapaian privatisasi tak kunjung memenuhi harapan".
Dengan penilaian tersebut, IMF memproyeksikan pencapaian privatisasi sebesar 22,4 miliar euro atau kurang dari setengah jumlah awal, dan tenggat waktu lebih lama yaitu pada 2022.
Frustrasi
Rencana privatisasi terbaru yang dibuat oleh para pemimpin zona euro yang disampaikan lewat pernyataan pasca-pertemuan tingkat tinggi mereka memunculkan lagi target 50 miliar euro tersebut.
Tapi kini tenggat waktunya jadi lebih jauh di masa depan.